A. Makna
Hidup Manusia
Manusia pada
hakikatnya diciptakan oleh Allah yang Maha Kuasa dengan segala rencana-Nya,
yakni karya keselamatan dalam hidupnya. Manusia menjadi objek dan subjek dari
rencana Tuhan itu. Oleh karena itu, pribadi manusia mempunyai peran sentral
bagi terwujudnya Kerajaan Allah. Dengan demikian manusia dipanggil untuk ikut
serta bekerja bersama Allah, mewujudkan keselamatan dan kebahagiaan dalam
hidupnya. Itulah makna dari panggilan hidup manusia.
Sejak awal mula, manusia
diciptakan serupa dan segambar dengan Allah, memiliki kesempurnaan yang
paling tinggi di banding mahkluk ciptaan yang lain. Itu menunjukkan bahwa
manusia adalah harta kesayangan Allah, mahkluk paling sempurna, dipanggil dan
diikutsertakan dalam karya Allah, yakni mengembangkan dan menyempurnakan
kehidupan. Oleh karena itu, hidup manusia semata-mata merupaka anugerah Allah
yang harus dipertanggungjawabkan. Ada tiga kategori bentuk pertanggungjawaban
atas hidup manusia, yakni mempertahankan hidup (menghormati,
menjaga, merawat, memelihara hidup), memaknai hidup (berperanan,
aktivitas, karya, pelayanan) dan mengembangkan hidup(mencapai
kemajuan, prestasi, belajar tiada henti).
Pada prinsipnya, hidup yang merupakan
anugerah itu harus disyukuri dan dipertanggungjawabkan sebaik-baiknya.
Sebagaimana diungkapkan oleh Santo Paulus dalam suratnya kepada Jemaat di Roma
(Rom.14: 10-12) sebagai berikut: 10 Tetapi engkau, mengapakah
engkau menghakimi saudaramu? Atau mengapakah engkau menghina saudaramu? Sebab
kita semua harus menghadap takhta pengadilan Allah. 11 Karena ada tertulis: "Demi Aku
hidup, demikianlah firman Tuhan, semua orang akan bertekuk lutut di hadapan-Ku
dan semua orang akan memuliakan Allah." 12 Demikianlah setiap orang di
antara kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada
Allah.
B. Panggilan
Hidup Berkeluarga
Hidup
berkeluarga atau perkawinan bagi orang dewasa merupakan pilihan jalan
hidup. Perkawinan adalah persekutuan yang khas antara
laki-laki dan perempuan di mana mereka saling mengisi dan menyempurnakan,
sehingga mereka dapat menjadi kepala keluarga dan hati keluarga yang penuh demi
mencapai kebahagiaan. Hidup berkeluarga yang diawali dengan perkawinan
merupakan panggilan hidup, yakni panggilan untuk menjadi rekan kerja Allah
dalam melangsungkan karya penciptaan-Nya demi perkembangan hidup dan
berlangsungnya generasi hidup manusia.
Perkawinan merupakan persekutuan cinta antara
pria dan wanita yang secara sadar dan bebas menyerahkan diri beserta segala
kemampuannya untuk selamanya. Dalam penyerahan itu suami istri berusaha makin
saling menyempurnakan dan saling membantu. Hanya dalam suasana saling
menghormati dan menerima inilah, dalam keadaan manapun juga, persekutuan cinta
dapat berkembang hingga tercapai kesatuan hati yang dicita-citakan. Karena itu,
setiap pasangan suami istri harus menjaga kesucian perkawinan, karena sifat
Perkawinan Katolik yang monogam dan tak terceraikan, kecuali oleh maut.
Sakramen Perkawinan sebagai akar pembentukan keluarga Katolik, hendaknya dijaga
kesuciannya, Keluarga yang merupakan Gereja Kecil/Mini atau ecclesia domestica yang mana keluarga
Kristiani merupakan pusat iman yang hidup, tempat pertama iman akan Kristus
diwartakan dan sekolah pertama tentang doa, kebajikan-kebajikan dan cinta kasih
Kristus (bdk. KHK 1656 dan 1666). Atas dasar itu, Gereja Katolik secara tegas
mengajarkan bahwa perkawinan katolik adalah Sakramen.
Konsili
Vatikan II dalam Apostolik “Familiaris Consortio” (1981) antara lain merupaan
hal-hal sebagai berikut
-
Keluarga
adalah ikatan antara orang-orang yang berusaha supaya cinta mereka makin hari
makin menghangatkan persatuan mereka.
-
Keluarga
berdasarkan perkawinan, di dalamnya pria dan wanita sama derajatnya dan
anak-anak adalah hadiah yang paling berharga
-
Keluarga
merupakan sekolah kebajikan manusiawi, tempat semua anggota keluarga belajar
saling memperhatikan dan melayani
-
Dalam
lingkungan keluarga, perselisihan serta perbedaan yang biasa terjadi antara
manusia lebih mudah diatasi, suasana saling mengerti dan kerukunan dibina
-
Keluarga-keluarga
adalah sel kehidupa masyarakat, tempat orang muda secara praktis mempelajari
bagaimana menghargai nilai-nilai keadilan, hormat, dan cinta kasih
-
Keluarga
adalah Gereja Domestik atau Gereja Rumah Tangga, tempat iman, harapan, dan
cinta kasih kristiani ditanam dan dikembngkan dalam generasi mudal.
Pada masa ini banyak keluarga
yang retak karena berbagai macam alasan maka alangkah baiknya ita menyadari
arti dan makna keluarga dan juga dipahami berbagai hal yang dapat menunjang
kelestarian keluarga. Pada dasarnya, keluarga merupakan suatu kesatuan sosial
berdasarkan hubungan biologis, ekonomis, emosional, dan rohani yang bertujuan
mendidik dan mendewasakan anak-anak sebagai anggota masyarakat dan Gereja
dasarnya adalah ikatan perkawinan.
Keluarga merupakan masyarakat
yang paling asasi dan sekolah yang terbaik untuk menanamkan keutamaan sosial,
seperti perhatian dan cinta kepada sesama, sikap adil dan bertenggang rasa,
rasa tanggung jawab.
Keluarga adalah Gereja domestik
atau Gereja Rumah Tangga, tempat iman, harapan dan cinta kasih kristiani
ditaman dan dikembangkan dalam generasi muda, sehingga hal-hal pokok yang perlu
diperhatikan dan diusahakan dalam kehidupan berkeluarga supaya keluarga tetap
lestari misalnya :
1.
Mempertahankan
cinta sebagai landasan hidup berkeluarga
2.
Menciptakan
komunikasi sebagai perekat dalam kehidupan berkeluarga
3.
Mengenal
dan melaksanakan dengan baik hak dan kewajiban dalm hidup ebrkeluarga
4.
Merencnakan
kehidupan berkeluarga secara bertanggung jawab
Santo Paulus memberikan nasihat
umum untuk hidup berkeluarga secara baik supaya orang-orang non Kristen
tertarik pada kekuatan iman keluarga-keluarga Kristen (Kol 3:18-4:1, Ef
5:22-6:9), maka hidup keluarga kristen sesuai dengan semangat Kristiani adalah
salah satu bentuk kerasulanawam atas dasar perkawinan, yang disucikan oleh
Yesus Kristus menjadi suatu sakramen.
Tugas dan
kewajiban suami terhadap istri dan keluarga
a.
Suami
sebagai kepala keluarga
b.
Suami
sebagai partner istri
c.
Suami
sebagai kekasih dari istri
Tugas dan kewajiban
istri terhadap suami dan keluarga
a.
Istri
sebagai partner dari suami
b.
Istri
sebagai hati dari keluarga
c.
Istri
sebagai kekasih dari suami
C. Perkawinan
Dalam Tradisi Katolik
1.
Pemahaman Umum Tentang
Perkawinan
Pandangan
perkawinan yang sama :
-
Yang
sama, bahwa semua pandangan mengungkapkan kebersamaan yang khas antara pria dan
wanita
-
Kebersamaan
yang khas ini merupakan karier pokok
Pergeseran
pemahaman dan penghayatan perkawinan
-
Pergeseran
dari hidup perkawinan dan hidup keluarga yang lebih bersifat sosial ke hidup
perkawinan dan hidup keluarga yang lebih bersifat pribadi.
-
Pergeseran
dari nilai hidup perkawinan dan hidup keluarga yang lebih bersifat mistis
religius, penuh dengan simbol dan upacara yang berkesinambungan ke hidup
perkawinan dan hidup keluarga yang lebih sekuler, ekonomis dan efektif
-
Dalam
perkawinan tradisional, seluruh keluarga mengalami ruang lingkup yang
sama-sama, tinggi di rumah atau sama-sama pergi ke ladang.
Perkawinan perlu dipersiapkan
karena Gereja memandang bahwa perkawinan adalah suatu kunci bahkan suatu karier
pokok, oleh sebab itu perlu dipersiapkan dengan penuh kesungguhan hati. Secara
umum orang lebih menghargai ahli pendidikan,ahli hukm, dokter, perawat namun
semuanya merupakan salah satu saran untuk mencapai kehidupan manusia di dunia
ini, sedang dalam perkawinan apabila terjadi permasalahan maka akan
diselesaikan secara spakat inilah bidang hukum. Bila anggota keluarga ada yang
sakit, sebelum dibaw ke dokter, pasti keluarga sudah berusaha dengan
kemampuannya sendiri untuk menyembuhkannya. Padahal segala ahli itu perlu
dipersiapkan dengan berbagai jenjang pendidikan ditempuhnya, maka perkawinan
juga harus dipersiapkan sebab pentingnya melebihi karier-karier yang lainnya.
Makna perkawinan
menurut paham :
a. Pandangan Tradisional:
Perkawinan adalah ikatan antara laki-laki dan perempuan, antara keluarga
laki-laki dan keluarga perempuan.
b. Pandangan Sosial:
Perkawinan adalah persekutuan hidup yang mempunyai bentuk, tujuan dan hubungan
yang khusus. Suami-istri akan mencapai kesempurnaan dan kepenuhannya sebagai
manusia. Menjadi bapak dan ibu dan hidup di tengah masyarakat.
c. Pandangan Hukum: Perkawinan
adalah perjanjian antara laki-laki dan perempuan, dan perjanjian
antara kerabat laki-laki dan kerabat perempuan. Perjanjian di depan masyarakat
agama dan Negara yang membuat perkawinan menjadi SAH.
d. Pandangan Antropologis:
Perkawinan adalah persekutuan cinta; sebuah jalinan persekutuan yang diawali
dengan CINTA, berkembang atas dasar CINTA dan bahagia karena CINTA.
Dalam perkawinan juga akan mengalami berbagai
macam tantangan dan kesulitan, tantangan itu bisa berasal dari luar maupun dari
dalam :
- Tantang dari dalam, yaitu
kebosanan dan kejenuhan, perbedaan pendapat dan pandangan, ketidakserasian
dalam hubungan seksualitas, perselingkuhan, dan kemandulan
- Tantangan yang berasal dari luar
yaitu suasana negatif yang bisa mengganggu dan mengaburkan martabat lembaga
perkawinan misalnya : situasi kawin cerai, kebiasaan berpoligami, cinta bebas
dan pelacurn, media massa serta sarana yang bersifat pornografis.
Untuk
memasuki jenjang perkawinan, yang perlu dipersiapkan antara lain :
1) Mendalami perkawinan dan hidup
kelurga sebagai karier pokok
2) Memperhatikan hukum sipil dan
hukum gereja tentang perkawinan :
-
Ketentuan
Hukum Sipil
-
Ketentuan
Hukum Gereja
3) Memilih pasangan yang benar dan
baik
4) Hal-hal lain yang perlu
dipersiapkan :
- Alangkah baiknya kalau salah satu
atau kedua-duanya sudah memiliki pekerjaan, tidaklah bijaksana apabila meikah
namun keduanya masih menganggur
- Alangkah baiknya apabila pasangan
yang akan menikah sudah memiliki rumah walaupun rumah kontrakan
- Memiliki tabungan yang wajar,
karen sulit dibayangkan apabila mau menikah namun tidak punya modal uang.
D. Ajaran
Kitab Suci tentang Perkawinan
Tujuan
perkawinan antara lain membina cinta kasih antara suami dan istri, yang membuat
suasana keluarga bahagia. Jalinan perasaan yang mesra antara dua orang yang
ingin hidup bersama untuk selama-lamanya sangatlah penting.
Keluarga
adalah gereja kecil sebab penanaman iman anak pertama dan utama terjadi dalam
perjalanan menuju ke rumah Bapa? Pengertian ini sangat tepat dikenakan kepada
keluarga semacam itu. Keluarga sungguh merupakan suatu persekutuan dalam arti
yang semurni-murninya, yang selalu berjalan, jatuh bangun, menuju ke rumah
Bapa. Seperti Gereja, demikian juga keluarga Kristiani dikokohkan dan
dipersatukan oleh iman yang sama. Oleh sebab itu keluarga Kristiani juga
merupakan suatu persekutuan iman.
Beberapa bentuk atau jalan atau
cara bagi pengembangan iman keluarga antara lain :
1. Berdoa. Berdoa bukan berarti
mengucapkan banyak kata. Berdoa baik dan jujur seringkali hanya berupa “berdiam
diri” dan mendengarkan firman dan kehendak Allah. Berdoa bersama mempunyai
makna tersendiri. Alangkah baiknya, pada peristiwa-peristiwa keluarga yang
besar (hari ulang tahun, pernikahan anggota keluarga) atau saat genting,
keluarga berdoa bersama.
2. Membaca Kitab Suci. Kitab Suci
merupakan kitab model untuk hidup berimn bagi kita
3. Merayakan sakramen-sakramen,
khususnya ekaristi satiap hari minggu.
Hidup
dalam keluarga sangat dituntut untuk menjadikan suatu keluarga Kristiani
sebagai gereja mini maka sebagai orang tua, baik ibu maupun bapak mempunyai
kewajiban yang dapat
- Menciptakan suasana yang sehat
bagi perkembangan anak dipandang dari segi jasmani, diharapkan perkembangan
pribadi anak.
- Menciptakan suasana yang sehat
bagi perkembangan anak dipandang dari perasaan, selain kebutuhan makan dan
minum, anak-anak dalam keluarga juga sangat mengharapkan suasana kasih sayang
dan rasa aman. Hal ini sangat diharapkan oleh seorang anak sejak dalam
kandungan.
Kewajiban
dan Tugas Keluarga dalam masyarakat :
Gereja
hadir di dunia ini bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk dunia. Gereja
bukan sekedar umat Allah, melainkan umat Allah yang menjadi tanda keselamatan
bagi dunia. Gereja pada hakekat bersifat missioner. Itu berarti bahwa kita
menjadi anggota Gereja bukan saja supaya masuk Surga melainkan supaya kita
melanjutkan karya Kristus untuk mewartakan, melanjutkan dan mewujudkan kerajaan
Allah.
E. Menjelaskan
Pandangan Gereja tantang kawin Campur
Setiap
perkawinan menghadapi berbagai macam tantangan yang dapat menggoyakan
keserasiannya. Tantangan besar dapat timbul antara lain jika suami dan istri
berbeda suku, tingkat pendidikan, umur dan terutama agama.
Alasan terjadinya perkawinan
campur :
1. Jumlah umat yang terbatas pada
suatu tempat sehingga muda-mudi Katolik sulit bertemu dengan teman seiman
2. Perkembangan usia, terutama untuk
wanita. Jika usia sudah beranjak tua, maka simpati dan lamaran darimana saja
akan mudah diterima meskipun berbeda iman
3. Karakter, status sosial, dan
jaminan sosial ekonomi. Seseorang yang mempunyai karakter atau status sosial
dan jaminan sosial ekonomi yang baik, akan lebih mudah diterima
4. Pergaulan sudah terlalu jauh,
sehingga harus dilanjutkan ke tahap perkawinan
Gereja
Katolik membedakan perawinan campur beda Gereja (mixta relegio) dan perkawinan
campur beda agama (disparitas cultus). Gereja Katolik melarang perkawinan
campur, namun dapat memberikan dispensasi
jika syarat-syarat yang diajukan dipenuhi. Syarat-syarat tersebut :
1) Pihak Katolik menyatakan bersedia
menjauhkan bahaya meninggalkan iman serta memberikan janji dengan jujur bahwa
ia akan berbuat segala sesuatu dengan sekuat tenaga agar semua anaknya dibaptis
dan dididik oleh pihak Katolik.
2) Mengenai janji yang wajib dibuat
pihak Katolik itu, pihak lain hendaknya diberitahu bahwa waktunya dan
sedemikian rupa, sehingga jelas bahwa ia sungguh sadar akan janji dan kewajiban
pihak Katolik
3) Kedua pihak hendaknya diberi
penjelasan mengenai tujun-tujuan serta sifat-sifat hakiki perkawinan, yang
tidak boleh ditiadakan oleh seorang pun dari keduanya.
Perkawinan campur beda agama yang
sah menurut Gereja Katolik tidak dapat dipisahkan Dalam Hukum Gereja Katolik
perkawinan campur dapat berarti sebagai berikut :
a. Perkawinan antara seorang Katolik
dan seornag yang berbeda agama. Jadi perkawinan anatra seorang yang dibaptis
dan orang yang tidak dibaptis atau penganut agama lain, misalnya agama Islam,
Budha, Hindu, dan lain sebagainya.
b. Perkawinan dua orang Kristen yang
berbeda gereja. Misalnya antara orang Katolik dengan orang Protestan atau
gereja-gereja Kristen lainnya, namun keduanya sudah dibaptis.
Dalam perkawinan, pihak Katolik
terikat pada tata peneguhan perawinan yaitu perkawinan di hadapan Uskup atau
pastor paroki. Akan tetapi jika ada alasan yang berat, uskup berhak memberikan
dispensasi dan tata peneguhan itu (lih KHK 1127, 1 dan 2). Jadi peneguhan nikah
dapat dilaksanakan di depan pendeta atau pegawai catatan sipil asal mendapat
dispensasi dari uskup. Pihak Katolik wajib memohon dispensasi ini jauh sebelum
peresmian perkawinan, bukan baru pada saat penyelidikan kanonik.
Karena menurut
pandangan Kristen, upacara di Gereja hanya merupakan berkat, sedangkan menurut
pandangan Katolik merupakan peneguhan yang membuat perkawinan itu sah maka
dalam peneguhan atau kesepakatan nikah.
Beberapa akibat yang terjadi
karena kawin campur :
a. Iman suami atau istri bisa
terguncang
b. Pendidikan iman anak menjadi
tidak menentu
c. Banyak persalan keluarga yang
tidak bisa dipecahkan karena keyakinan yang berbeda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar