1. Dasar Kepemimpinan
(Hierarki) dalam Gereja
Kepemimpinan dalam Gereja pada dasarnya
diserahkan pada hierarki. Menurut ajaran resmi Gereja, hierarki dan struktur
hierarkis berasal dari Kristus. Maka konsili mengajarkan bahwa “atas penetapan
Ilahhi, para uskup menggantikan para uskup menggantikan para rasul sebagai
penggembala Gereja” (Lumen Gentium, art. 20). “Konsili suci
ini mengajarkan dan mengatakan bahwa Yesus Kristus, Gembala kekal, telah
mendirikan Gereja Kudus, dengan mengutus para rasul seperti Ia sendiri diutus
oleh Bapa (lih. Yoh 20:21). Para pengganti mereka, yakni para uskup
dikehendaki-Nya menjadi gembala dalam Gereja-Nya hingga akhir zaman (lih. Lumen
Gentium, art. 18). Struktur hierarkis bukanlah sesuatu
yang ditambahkan atau dikembangkan dalam sejarah gereja saja. Menurut ajaran
Konsili Vatikan II, struktur itu dikehendaki Tuhan dan akhirnya berasal dari
Tuhan Yesus sendiri.
Pernyataan “atas penetapan Ilahi para
uskup menggantikan para rasul” harus dimengerti dengan baik. Yang dimaksudkan
ialah bahwa dari hidup dan kegiatan Yesus timbullah kelompok orang yang
kemudian berkembang menjadi Gereja, seperti yang dikenal sekarang. Proses
perkembangan pokok itu terjadi dalam Gereja Perdana atau Gereja Para Rasul,
yakni Gereja yang mengarang Kitab Suci Perjanjian Baru. Jadi, dalam kurun waktu
antara kebangkitan Yesus dan awal abad kedua, secara prinsip terbentuklah hierarki
Gereja sebagaimana dikenal dalam Gereja sekarang. Wujud Gereja Perdana beserta
struktur kepemimpinannya menjadi patokan bagi perkembangan Gereja selanjutnya.
2. Struktur Kepemimpinan
(Hierarki) dalam Gereja
Secara
struktural kepemimpinan dalam Gereja sekarang dapat diurutkan sebagai berikut.
a. Dewan Para Uskup
dengan Paus sebagai kepalanya
Pada akhir masa Gereja Perdana, sudah
diterima bahwa para uskup adalah pengganti para rasul. Tetapi tidak berarti
bahwa hanya ada dua belas uskup (karena ada dua belas rasul). Bukan rasul satu
per satu diganti oleh orang lain, tetapi kalangan para rasul sebagai pemimpin
Gereja diganti oleh para uskup. Tugas dewan para uskup adalah menggantikan
dewan para rasul. Yang menjadi pimpinan Gereja adalah dewan para uskup.
Seseorang menjadi uskup, karena diterima dalam dewan itu.
Ketika Kristus mengangkat dua belas
rasul, Ia membentuk mereka menjadi semacam dewan atau badan yang tetap. Sebagai
ketua dewan, diangkat-Nya Petrus yang dipilih dari antara mereka.
Seperti Santo Petrus dan para rasul
lainnya yang atas penetapan Tuhan merupakan satu dewan para rasul, demikian
pula Paus, pengganti Petrus, bersama para uskup, pengganti rasul, merupakan
suatu himpunan yang serupa.
b. Paus
Konsili Vatikan II menegaskan : “Adapun
dewan atau badan para uskup hanyalah berwibawa, bila bersatu dengan imam agung
di roma, pengganti Petrus, sebagai kepalanya dan selama kekuasaan primatnya
terhadap semua, baik para gembala maupun kaum beriman, tetap berlaku
seutuhnya.” Sebab Imam Agung di Roma berdasarkan tugasnya, yakni sebagai wakil
Kristus dan gembala Gereja semesta, mempunyai kuasa penuh, tertinggi, dan
universal terhadap Gereja, dan kuasa itu selalu dapat dijalankannya dengan
bebas (lih. Lumen Gentium, art. 22).
Penegasan itu didasarkan pada kenyataan
bahwa Kristus mengangkat Santo Petrus menjadi ketua para rasul lainnya. Petrus
diangkat menjadi pemimpin para rasul. Paus, pengganti Petrus, adalah pemimpin
para uskup.
c. Uskup
Konsili Vatikan II merumuskan dengan
jelas. “Masing-masing uskup menjadi asas dan dasar kelihatan bagi kesatuan
dalam Gerejanya” (Lumen Gentium, art. 23). Tugas pokok uskup adalah
mempersatukan dan mempertemukan umat. Tugas pemersatu itu selanjutnya dibagi
menjadi tiga tugas khusus menurut tiga bidang kehidupan gereja, yaitu tugas
pewartaan, perayaan, dan pelayanan, dimana dimungkinkan komunikasi
iman dalam Gereja. Tugas utama dan terpenting dari para uskup adalah pewartaan
Injil (lih. Lumen Gentium, art. 25).
d. Pembantu Uskup : Imam
dan Diakon
Para Imam adalah wakil
uskup. Di setiap jemaat setempat dalam arti tertentu, imam menghadirkan uskup.
Tugas konkret para imam sama seperti uskup. Mereka ditahbiskan untuk mewartakan
Injil dan menggembalakan umat beriman.
Para diakon : Pada tingkat
hierarki yang lebih rendah terdapat para diakon, yang ditumpangi tangan bukan
untuk imamat, melainkan untuk pelayanan (lih. Lumen Gentium, art.
29). Para diakon adalah pembantu khusus uskup di bidang materi, sedangkan imam
pembantu umum.
NB : Kardinal bukan
jabatan hierarkis dan tidak termasuk dalam struktur hierarki. Kardinal adalah
penasihat utama Paus, membantu Paus terutama dalam reksa harian seluruh Gereja.
Para kardinal membentuk suatu dewan Kardinal. Jumlah dewan yang berhak memilih
Paus dibatasi 120 orang yang dibawah usia 80 tahun. Seorang Kardinal dipilih
oleh Paus dengan bebas.
3. Fungsi Khusus
Hierarkis
Seluruh umat Allah mengambil bagian di
dalam tugas Kristus sebagai nabi, imam, dan raja (tugas mengajar, menguduskan,
dan menggembalakan). Tetapi umat tidak bersifat seragam, maka Gereja mengenal
pembagian tugas dan tiap komponen umat (hierarki, biarawan, biarawati, awam)
menjalankan tugas dengan cara yang berbeda. Fungsi khusus hierarki ialah
a. Menjalankan tugas
gerejani, yakni tugas-tugas yang secara langsung dan eksplisit menyangkut
kehidupan beriman Gereja, seperti : melayani sakramen-sakramen, mengajar agama,
dan sebagainya.
b. Menjalankan tugas
kepemimpinan dalam komunikasi iman. Hierarki mempersatukan umat dalam iman dengan
petunjuk, nasihat, dan teladan.
4. Corak Kepemimpinan
dalam Gereja
a. Kepemimpinan dalam
Gereja merupakan suatu panggilan khusus, dimana campur tangan Tuhan merupakan
unsur yang dominan. Oleh sebab itu, kepemimpinan dalam Gereja tidak diangkat
oleh manusia berdasarkan suatu bakat, kecakapan atau prestasi tertentu.
Kepemimpinan dalam Gereja tidak diperoleh oleh kekuatan manusia sendiri. “Bukan
kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu.” Kepemimpinan dalam
masyarakat dapat diperjuangkan oleh manusia, tetapi di dalam Gereja tidaklah
demikian.
b. Kepemimpinan dalam
Gereja bersifat mengabdi dan melayani dalam arti semurni-murninya, walaupun ia
sungguh mempunyai wewenang yang berasal dari Kristus sendiri. Kepemimpinan
gerejani adalah kepemimpinan untuk melayani, bukan untuk dilayani. Kepemimpinan
untuk menjadi orang yang terakhir, bukan yang pertama. Kepemimpinan untuk
mencuci kaki sesama saudara. Ia adalah pelayan (Paus dikatakan : Servus
Servorum Dei = Hamba dari hamba-hamba Allah). Kepemimpinan dalam
masyarakat diangkat untuk memerintah dalam arti yang sesungguhnya. Ia memiliki
kedudukan yang “pertama”. Kepemimpinan dalam masyarakat merupakan suatu
“pangkat”, tidaklah demikian dalam Gereja.
c. Kepemimpinan hierarki
berasal dari Tuhan, maka tidak dapat dihapus oleh manusia. Kepemimpinan
masyarakat dapat diturunkan oleh manusia karena ia memang diangkat dan
diteguhkan oleh manusia.
5. Hubungan
Awam dan Hirarki sebagai Patner Kerja
Sesuai dengan ajaran Konsili vatikan II, rohaniwan (hirarki) dan awam memiliki martabat yang sama, hanya berbeda fungsi. Semua fungsi sama luhurnya, asal dilaksanakan dengan motivasi yang baik, demi Kerajaan Allah.
1. Pengertian Awam
Yang
dimaksud dengan kaum awam adalah semua orang beriman Kristiani yang tidak
termasuk golongan yang menerima tahbisan suci dan status kebiarawanan yang
diakui dalam Gereja (lih. LG
31).
Definisi awam dalam praktek dan dalam dokumen-dokumen Gereja ternyata mempunyai 2 macam: Definisi teologis: Awam adalah warga Gereja yang tidak ditahbiskan. Jadi, awam meliputi biarawan/wati seperti suster dan bruder yang tidak menerima tahbisan suci. Definisi tipologis: Awam adalah warga Gereja yang tidak ditahbiskan dan juga bukan biarawan/wati. Maka dari itu awam tidak mencakup para suster dan bruder Definisi ini dikutip dari Lumen Gentium yang rupanya menggunakan definisi tipologis. Dan untuk selanjutnya istila “awam” yang digunakan adalah sesuai dengan penegrtian tipologis di atas
Definisi awam dalam praktek dan dalam dokumen-dokumen Gereja ternyata mempunyai 2 macam: Definisi teologis: Awam adalah warga Gereja yang tidak ditahbiskan. Jadi, awam meliputi biarawan/wati seperti suster dan bruder yang tidak menerima tahbisan suci. Definisi tipologis: Awam adalah warga Gereja yang tidak ditahbiskan dan juga bukan biarawan/wati. Maka dari itu awam tidak mencakup para suster dan bruder Definisi ini dikutip dari Lumen Gentium yang rupanya menggunakan definisi tipologis. Dan untuk selanjutnya istila “awam” yang digunakan adalah sesuai dengan penegrtian tipologis di atas
2. Pranan Awam
Peranan
Awam sering disitilahkan sebagai Kerasulan Awam yang tugasnya dibedakan sebagai
Kerasulan internal dan eksternal. Kerasulan internal atau kerasulan “di dalam
Gereja” adalah kerasulan membangun jemaat. Kerasulan ini lebih diperani oleh
jajaran hirarkis, walaupun awam dituntut juga untuk mengambil bagian di
dalamnya. Kerasulan eksternal atau kerasulan “dalam tata dunia” lebih diperani
oleh para awam. Namun harus disadari bahwa kerasulan dalam Gereja bermuara pula
ke dunia. Gereja tidak hadir di dunia ini untuk
dirinya sendiri, tetapi untuk dunia. Gereja hadir untuk membangun Kerajaan
Allah di dunia ini Berikut akan diuraikan peranan awam dalam kerasulan
eksternal dan internal
a. Kerasulan dalam tata Dunia (eksternal)
Berdasarkan panggilan khasnya, awam bertugas mencari
Kerajaan Allah dengan mengusahakan hal-hal duniawi dan mengaturnya sesuai
dengan kehendak Allah. Mereka hidup dalam dunia, yakni dalam semua dan tiap
jabatan serta kegiatan dunia. Mereka dipanggil Allah agar sambil menjalankan
tugas khasnya dan dibimbing oleh semangat Injil. Mereka dapat menguduskan dunia
dari dalam laksana ragi (lih. LG 31). Kaum awam dapat menjalankan kerasulannya
dengan kegiatan penginjilan dan pengudusan manusia serta meresapkan dan memantapkan
semangat Injil ke dalam “tata dunia” sedemikian rupa sehingga kegiatan mereka
sungguh-sungguh memberikan kesaksian tentang karya Kristus dan melayani
keselamatan manusia Dengan kata lain “tata dunia” adalah medan bakti khas
kaum aam. Hidup keluarga dan masyarakat yang bergumul dalam bidang-bidang
ipoleksosbudhamkamnas hendaknya menjadi medan bakti mereka. Cukup lama,
bahkan samapai sekarang ini, masih banyak di antara kita yang melihat kerasulan
dalam tata dunia bukan sebagai kegiatan kerasulan. Mereka menyangka bahwa
kerasulan hanya berurusan dengan hal-hal rohani yang sacral, kudus, serba
keagamaan, dan yang menyangkut kegiatan-kegiatan dalam lingkup
Gereja. Dengan paham gereja sebagai “Tanda dan Sarana Keselamatan Dunia”
yang dimunculkan oleh gaudium et Spest, di mana otonomi dunia dan sifatnya yang
secular diakui, maka dunia dan lingkungannya mulai diterima sebagai patner
dialog dapat saling memperkaya diri. Orang mulai menyadari bahwa menjalankan
tugas-tugas duniawi tidak hanya berdasrkan alas an kewargaan dalam masyarakat
atau Negara saja, tetapi juga karena dorongan iman dan tugas kerasulan kita,
asalkan dengan motivasi yang baik. Iman tidak hanya menghubungkan kita dengan
Tuhan, tetapi sekaligus juga menghubungkan kita dengan sesame kita di dunia ini
b. Kerasulan dalam Gereja (internal)
Karena Gereja itu Umat Allah, maka Gereja harus
sungguh-sungguh menjadi Umat Allah. Ia hendaknya mengkonsolidasi diri untuk
benar-benar menjadi Umat Allah itu. Ini adalah tugas membangun gereja. Tugas
ini dapat disebut kerasulan internal. Tugas ini pada dasrnya dipercayakan
kepada golongan hirarkis (kerasulan hirarkis), tetapi awam dituntut pula untuk
ambil bagian di dalamnya. Keterlibatan awam dalam tugas membangun gereja
ini bukanlah karena menjadi perpanjangan tangan dari hirarki atau ditugaskan
hirarki, tetapi karena pembabtisan ia mendapat tugas itu dari Kristus. Awam
hendaknya berpartisipasi dalam tri tugas gereja.
1) Dalam tugas nabiah (pewarta sabda), seorang
awam dapat mengajar agama, sebagai katekis, memimpin kegiatan
pendalaman Kitab Suci atau pendalaman iman, dsb
2) Dalam tugas imamiah (menguduskan), seorang
awam dapat
Memimpin doa dalam pertemuan umat, Memimpin koor atau nyanyian dalam ibadah, Membagi komuni sebagi prodiakon, Menjadi pelayan putra Altar, dsb
Memimpin doa dalam pertemuan umat, Memimpin koor atau nyanyian dalam ibadah, Membagi komuni sebagi prodiakon, Menjadi pelayan putra Altar, dsb
3) Dalam tugas nabiah (pewarta sabda), seorang
awam dapat:
Menjadi angota dewan paroki, Menjadi ketua seksi, ketua lingkungan atau wilayah, dsb
Menjadi angota dewan paroki, Menjadi ketua seksi, ketua lingkungan atau wilayah, dsb
c. Hubungan
Awam dan Hirarki
Mengenai hubungan antara awam dan hiraki,
perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1)
Gereja sebagai Umat Allah
Keyakinan
bahwa semua anggota warga Gereja memiliki martabat yang sama, hanya berbeda
fungsi dapat menjamin hubungan yang wajar antara semua komponen Gereja. Tidak
boleh ada klaim bahwa komponen-komponen tertentu lebih bermartabat dalam Gereja
Kristus dan menyepelekan komponen yang lainnya. Keyakinan ini harus
diimplementasikan secara konsekuen daam hidup dan karya semua anggota Gereja.
2)
Setiap Komponen Gereja memiliki Fungsi yang khas
Setiap
komponen Gereja memiliki fungs yang khas. Hirarki yang bertugas memimpin
(melayani) dan mempersatuakan Umat Allah. Biarawan/wati dengan kaul-kaulnya
mengarahkan Umat Allah pada dunia yang akan dating (eskatologis). Para awam
bertugas merasul dalam tata dunia. Mereka menjadi rasul dalam keluarga-keluarga
dan dalam masyarakat di bidang ipoleksosobudhamkamnas. Jika setiap
komponen gereja menjalankan fungsinya msing-masing dengan baik, maka adanya
kerja sama yang baik pasti terjamin.
3)
Kerja sama
Walaupun
tiap komponen memiliki funsinya masing-masing, namun untuk bidang-bidang
tertentu, terlebih dalam kerasulan internal yaitu membangun hidup menggereja,
masih dibutuhkan partisipasi dan kerja sama dari semua komponen.Dalam hal ini
hendaknya hirarki tampil sebagai pelayan yang memimpin dan mempersatukan.
Pimpinan tertahbis, yaitu dewan diakon, dewan presbyter, dan dewan uskup tidak
berfungsi untuk mengumpulkan kekuasaan ke dalam tangan mereka, melainkan untuk
menyatukan rupa-rupa tipe, jenis, dan fungsi pelayanan (charisma( yang
ada.Hirarki berperan untuk memelihara keseimbangan dan persaudaraan di antara
sekian banyak tugas pelayanan. Para pemimpin tertahbis memperhatikan serta
memelihara keseluruhan visi, misi, dan reksa pastoral. Karena itu, tidak
mengherankan bahwa di antara mereka termasuk dalam dewan hirarki ini ada yang
bertanggungjawab untuk memelihara ajaran yang benar dan memimpin perayaan
sakramen-sakramen.
Struktur
Hierarkis Gereja yang sekarang terdiri dari dewan para Uskup dengan Paus
sebagai kepalanya, dan para imam serta diakon sebagai pembantu uskup
1. Para
Rasul
Sejarah
awal perkembangan Hierarki adalah kelompok keduabelas rasul. Inilah kelompok
yang sudah terbentuk waktu Yesus masih hidup. Seperti Paulus juga menyebutnya
kelompok itu " mereka yang telah menjadi rasul sebelum aku" (Gal
1:17). Demikian juga Paulus pun seorang rasul, sebagaimana dalam Kitab Suci
(1Kor 9:1, 15:9, dsb) Pada akhir perkembangannya ada struktur dari Gereja St.
Ignatius dari Antiokhia, yang mengenal "penilik" (Episkopos),
"penatua" (presbyteros), dan "pelayan" (diakonos). Struktur ini kemudian menjadi struktur
Hierarkis yang terdiri dari uskup, imam dan diakon.
2.
Dewan Para Uskup
Pada
akhir zaman Gereja perdana, sudah diterima cukup umum bahwa para uskup
adalah pengganti para rasul, seperti juga dinyatakan dalam Konsili Vatikan II
(LG 20). Tetapi hal itu tidak berarti bahwa hanya ada dua belas uskup (karena
duabelas rasul). Disini dimaksud bukan rasul satu persatu diganti oleh orang
lain, tetapi kalangan para rasul sebagai pemimpin Gereja diganti oleh kalangan
para uskup. hal tersebut juga di pertegas dalam Konsili Vatikan II (LG 20 dan
LG 22). Tegasnya, dewan para uskup menggantikan dewan para rasul. Yang
menjadi pimpinan Gereja adalah dewan para uskup. Seseorang diterima menjadi
uskup karena diterima kedalam dewan itu. itulah Tahbisan uskup, "Seorang
menjadi anggota dewan para uskup dengan menerima tahbisan sakramental dan
berdasarkan persekutuan hierarkis dengan kepada maupun para anggota dewan"
(LG 22). Sebagai sifat kolegial ini, tahbisan uskup belalu dilakukan oleh
paling sedikit tiga uskup, sebab tahbisan uskup berarti bahwa seorang anggota
baru diterima kedalam dewan para uskup (LG 21).
3.
Paus
Kristus mengangkat Petrus
menjadi ketua para rasul lainnya untuk menggembalakan umat-Nya. Paus, pengganti Petrus adalah pemimpin para
uskup. Menurut kesaksian tradisi, Petrus adalah uskup Roma pertama.
Karena itu Roma selalu dipandang sebagai pusat dan pedoman seluruh Gereja. Maka
menurut keyakinan tradisi, uskup roma itu pengganti petrus, bukan hanya sebagai
uskup lokal melainkan terutama dalam fungsinya sebagai ketua dewan pimpinan
Gereja. Paus adalah uskup Roma, dan sebagai uskup Roma ia adalah pengganti
Petrus dengan tugas dan kuasa yang serupa dengan Petrus. hal ini dapat kita
lihat dalam sabda Yesus sendiri : "Berbahagialah engkau Simon bin
Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang
di sorga. Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu
karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan
menguasainya. Kepadamu
akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di
dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan
terlepas di sorga." (Mat 16:17-19).
4.
Uskup
Paus
adalah juga seorang uskup. kekhususannya sebagai Paus, bahwa dia ketua dewan para
uskup. Tugas pokok uskup ditempatnya sendiri dan Paus bagi seluruh Gereja
adalah pemersatu. Tugas hierarki yang pertama dan utama adalah
mempersatukan dan mempertemukan umat.Tugas itu boleh disebut tugas
kepemimpinan, dan para uskup "dalam arti sesungguhnya disebut pembesar
umat yang mereka bimbing" (LG 27). Tugas pemersatu dibagi menjadi
tiga tugas khusus menurut tiga bidang kehidupan Gereja. Komunikasi iman Gereja
terjadi dalam pewartaan, perayaan dan pelayanan. Maka dalam tiga bidang itu
para uskup, dan Paus untuk seluruh Gereja, menjalankan tugas kepemimpinannya.
"Diantara tugas-tugas utama para uskup pewartaan Injilah yang
terpenting" (LG 25). Dalam ketiga bidang kehidupan Gereja uskup bertindak
sebagai pemersatu, yang mempertemukan orang dalam komunikasi iman.
5. Imam
Pada zaman dahulu, sebuah
keuskupan tidak lebih besar daripada sekarang yang disebut paroki. Seorang
uskup dapat disebut "pastor kepala" pada zaman itu. dan imam-imam
"pastor pembantu", lama kelamaan pastor pembantu mendapat daerahnya
sendiri, khususnya di pedesaan. Makin
lama daerah-daerah keuskupan makin besar. Dengan Demikian, para uskup semakin
diserap oleh tugas oraganisasi dan administrasi. Tetapi itu sebetulnya tidak
menyangkut tugasnya sendiri sebagai uskup, melainkan cara melaksanakannya.
sehingga uskup sebagai pemimpin Gereja lokal, jarang kelihatan ditengah-tengah
umat. melihat perkembangan demikian, para imam menjadi wakil uskup. "Di
masing-masing jemaat setempat dalam arti tertentu mereka menghadirkan uskup.
Para imam dipanggil melayani umat Allah sebagai pembantu arif bagi badan para
uskup, sebagai penolong dan organ mereka" (LG 28). Tugas konkret mereka
sama seperti uskup: "Mereka ditahbiskan untuk mewartakan Injil serta
menggembalakan umat beriman, dan untuk merayakan ibadat ilahi"
6.
Diakon
"Pada
tingkat hiererki yang lebih rendah terdapat para diakon, yang ditumpangi tangan
'bukan untuk imamat, melainkan untuk pelayanan'" (LG29). Mereka pembantu
uskup tetapi tidak mewakilinya. Para uskup mempunyai 2 macam pembantu, yaitu
pembantu umum (disebut imam) dan pembantu khusus (disebut diakon).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar