Selasa, 28 April 2020

Orang Muda Katolik Yang Mengatualisasikan Diri


“Orang Muda Katolik yang Mengatualisasikan Diri”
Salah satu kebutuhan dasar manusia untuk tetap hidup normal adalah aktualisasi diri.  Manusia perlu mencari lingkungan (atau kalau perlu menciptakannya sendiri) di mana ia bisa benar-benar menghayati keberadaannya.  Setiap orang ingin merasakan nikmatnya menjadi orang yang berarti bagi sekitarnya.  Tidak ada orang yang mau diabaikan. 
Aktualisasi diri erat kaitannya dengan kesadaran atau awareness. Kesadaran untuk mengenali diri memperbaiki diri, dan keinginan untuk mengubah kondisi dan hidup ke arah yang lebih baik dari hari ke hari. Tak peduli seberapa bagus dan sempurna kondisi anda kini, anda harus terus memperbaiki dan mengaktualisasi diri anda. Karena aktualisasi diri adalah tangga untuk mencapai puncak kesuksesan.
Karena itu aktualisasi diri sangat penting dan merupakan harga mati apabila anda ingin sukses. Tak heran jika Abraham Maslow dalam teorinya tentang Piramida Kebutuhan menempatkan aktualisasi diri posisi puncak piramida. Dan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang paling utama. Maka dari itu perlu pembinaan bagi anak remaja agar dapat mengaktualisasikan diri. 

Minggu, 26 April 2020

“Orang Muda Katolik yang Mengatasi Diri”


“Orang Muda Katolik yang Mengatasi Diri”

I.       Latar Belakang
Seperti yang telah kita lihat sekarang banyak sekali kaum muda yang terbawa arus karena ingin mengikuti zaman yang sangat modern seperti saat ini. Sampai-sampai mereka melakukan hal-hal yang merugikan mereka sendiri Kenakalan rejama/kaum muda dewasa ini memang ada yang tidak batasnya sehingga mereka jatuh ke hal-hal yang berbau (narkoba, dan tauran, juga mengomsumsi minuman keras (miras,dan banyak kaum muda yang terlibat pergaulan yang tidak sehat ada juga terlibat seks bebas dst)dan hal ini mereka lakukan semata-mata demi menunjukkan bahwa mereka telah mengikuti ternnya zaman ini.Kaum muda  adalah generasi penerus bangsa dan Gereja. Untuk dapat menjadi penerus bangsa dan Gereja yang baik, salah satu yang dapat dilakukan adalah ‘mengatasi diri”.dengan menjadikan dirinya yang siap di pakai oleh gereja dan di segani masyarakat kaum muda memang harus sehat dan tidak terlibat hal-hal yang merugikan kaum muda sendiri. Dengan menghindari hal yang membuat kaum muda yang baik. Sebaiknya kaum muda di berikan penyegaran rohani dan sebagainya.

Selasa, 21 April 2020

ROH KUDUS


Roh Kudus
”Roh Kudus” adalah nama khusus dari Pribadi ketiga Tritunggal. Yesus juga menyebut-Nya Sang Penghibur (atau Pembela) dan Roh Kebenaran. Perjanjian Baru juga menyebut-Nya Roh Kristus, Roh Tuhan, Roh Allah, Roh Kemuliaan, dan Roh Perjanjian. Percaya akan Roh Kudus berarti mengakui bahwa Roh Kudus adalah satu Pribadi dalam Tritunggal Maha Kudus, sehakikat dengan Bapa dan Putera, dan bahwa Ia “bersama dengan Bapa dan Putera disembah dan dimuliakan” (Syahadat Nisea-Konstantinopel) (KGK 685).
Dalam bukunya, The Aquinas Catechism, St. Thomas memberikan pemaparan tentang lima karakter dari Roh Kudus, sebagai berikut:
1.    Roh Kudus adalah Tuhan. Rasul Paulus mengajarkan bahwa para malaikat adalah roh yang melayani manusia, agar manusia dapat memperoleh keselamatan (lih. Ibr 1:14). Namun demikian,

TUGAS GEREJA MENJADI SAKSI (MARTYRIA) DAN TUGAS GEREJA MELAYANI (DIAKONIA)


Tugas Gereja Menjadi Saksi (Martyria)
Kata saksi sering diartikan sebagai orang yang melihat atau mengetahui sendiri suatu peristiwa (kejadian). Saksi menunjuk pada personal atau pribadi seseorang yakni pribadi yang mengetahui atau mengalami dan mampu memberikan keterangan yang benar.
Menjadi saksi Kristus berarti menyampaikan atau menunjukan apa yang dialami dan diketahui tenang Yesus Kristus kepada orang lain. Penyampaian ini bisa melalui kata-kata (kerygma), sikap atau tindakan nyata.

Sabtu, 11 April 2020

TUGAS GEREJA MEWARTAKAN (KERYGMA)


Perintah Untuk Mewartakan Injil.
Kristus adalah Allah yang hadir di muka bumi untuk memulihkan cinta-Nya yang telah lama diabaikan oleh manusia. Kristus sekaligus menunjukan sifat Allah yang maha cinta melebihi sifat maha adil-Nya. Begitu banyak perbuatan kasih yang dibuat Yesus. Yesus memperkenalkan kembali nilai-nilai utama: cinta kasih, keadilan, kesederhanaan untuk berbagi, kedamaian, kesetaraan manusia, kejujuran, kebenaran. Namun akhirnya dia mati dengan cara manusia. Hanya 33 tahun Yesus hidup sebagai manusia, namun sejarah manusia tetap berjalan. Maka nilai-nilai itu harus tetap diperkenalkan kepada dunia. Manusia harus diselamatkan dan disatukan kembali kepada penciptanya. Maka Yesus telah memilih 12 orang, plus Paulus untuk melanjutkan misi-Nya, menjaga kawanan kerajaan Allah. Matius 28:16-20, “…. Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan babtislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah kuperintahkan kepadamu…”
Tugas mengajar inilah yang kita terima dari Kristus sendiri. 

Jumat, 10 April 2020

YESUS PUTRA ALLAH DAN JURU SELAMAT


Kita sudah mendalami bahwa Yesus dapat menajdi sahabat dan idola bagi remaja. Yesus sungguh sahabat dan sungguh idola. Namun, Yesus sesungguhnya lebih dari itu. Ada banyak gelar untuk-Nya. Salah satu gelar yang paling tinggi ialah bahwa Yesus adalah Putra Allah dan Juru Selamat. Apa artinya gelar-gelar itu? Mari kita pelajari dalam pelajaran berikut ini.

A.  Gelar-Gelar Yesus
Dalam Kitab Suci, khususnya Kitab Suci Perjanjian Baru, Yesus memiliki banyak gelar. Dalam pelajaran ini kita hanya akan membatasi gelar Yesus sebagai “Tuhan”, “Anak Allah”, dan “Juruselamat”. 

YESUS SAHABAT SEJATI, TOKOH IDOLA, PUTERA ALLAH DAN JURU SELAMAT

Yesus Sahabat Sejati, dan Tokoh Idola adalah sub Judul dari Bab VI Yesus, Sahabat, Tokoh Idola, Putera Allah dan Juru Selamat.

Pada bagian ini kita diajak untuk memahami pribadi Yesus Kristus sebagai sahabat sejati, tokoh idola, dan Juru Selamat, serta kita diajak untuk meneladani pribadi Yesus Kristus sebagai sahabat sejati, tokoh idola, dan Juru Selamat.
Injil Yohanes memberi gambaran paham Yesus tentang persahabatan sejati. Yesus menyebut murid-muridNya  sahabat sekalipun banyak perbedaan diantara mereka. “Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu. Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku” (Yoh 15: 14-15).
Bahkan kepada Yudas Iskariot, salah seorang murid-Nya yang telah mengkhianati dan menjual diri-Nya, Yesus tetap menyapa dia sahabat. “Hai sahabat, untuk itukah engkau datang?” (Mat 26: 50). Pemahaman Yesus tentang makna persahabatan sejati tidak sebatas kata-kata kosong. “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat- sahabatnya” (Yoh 15:13) Ia membuktikan sendiri melalui tindakan, dengan rela menanggung sengsara sampai wafat di salib.
Bagi para murid-Nya,  Yesus tidak hanya dirasakan sebagai sahabat. Bagi mereka,  Yesus juga  adalah  idola  dan  sekaligus model  bagaimana  mencapai kepenuhan hidup sejati. Di hadapan para murid-muridNya, Yesus tampil dengan kepribadian dan tindakan yang sedemikian memesona. Dari situ mereka belajar hidup seperti Yesus. Hal itu dapat dibuktikan, sebab sekalipun Yesus sudah wafat, bangkit dan  naik ke Surga, mereka meneruskan  gaya hidup  dan  kepribadian Yesus dalam Gereja. Dengan demikian para murid maupun Gereja dulu hingga sekarang, tidak hanya mengidolakan, dan tidak pula sekedar meniru, melainkan meneruskan dan memperkembangkannya.
Persahabatan  antar  dua  atau  lebih  orang  bisa terjadi  oleh  berbagai sebab: kesamaan hobi, kesamaan sifat atau karakter, adanya sikap saling membutuhkan, karena merasa cocok dalam pergaulan, dan sebagainya. Persahabatan  merupakan  proses yang tidak dengan sendirinya dapat terjadi, dapat berlangsung sebentar atau lama, tergantung kemampuan masing-masing membangun dan mempertahankannya.

Agar persahabatan dapat harmonis dan langgeng, maka persahabatan perlu dibangun atas dasar:

  • Saling percaya. Percaya bahwa apapun  yang dilakukan  sahabat semata-mata demi kebaikan dan perkembangan yang lebih baik. Maka kritik atau saran apapun, sekalipun menyakitkan, perlu diterima dengan lapang dada. Percaya bahwa tidak ada kebohongan dan maksud kurang baik yang terselubung dalam persabahatan.
  • Saling menerima apa adanya. Memahami bahwa setiap orang itu unik: punyai sikap, karakter, dan kebiasaan yang berbeda. Tidak menuntut sahabat menjadi seperti yang kita inginkan. Menerima kelebihan dan kekurangan sahabat
  • Saling mengasihi. Memberi bantuan  secara tepat tanpa  pamrih, tidak meninggalkan sahabat pada saat sedang mengalami musibah, bencana atau dirundung masalah.
  • Saling memahami dan menghormati. Memahami  kegembiraan, harapan, duka dan kecemasan. Memahami kapan bisa meminta bantuan dan kapan harus menunda.  Memberi ruang dan waktu: kapan harus sendiri, kapan harus bersama. Memahami bahwa ada hal-hal pribadi yang boleh diketahui dan tidak boleh diketahui. Contoh: sebaiknya tidak membuka catatan harian, HP, tas tanpa izin.

Untuk menjaga keharmonisan persahabatan maka ada sikap yang harus dihindarkan, yaitu:

  • Egoisme: mementingkan dan mencari keuntungan diri sendiri. Dalam persahabatan  orang perlu berpikir: apakah yang saya lakukan merugikan? Apakah membuat sahabat merasa terpaksa atau diperdaya?
  • Kebohongan: dalam persahabatan diperlukan kejujuran. Tetapi kejujuran  perlu  ditempatkan  dan  disampaikan  secara bijaksana agar sahabat dapat menerimanya tanpa marah atau sakit hati.
Ambil Kitab Sucimu, baca dan renungkan Injil Yohanes 15:12-16 !

Dari bacaaan kita suci diatas kita dapatkan beberapa pokok pikiran sbb:

  • Pertama, Yesus menyebut murid-muridNya  sahabat. “Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu”. Kutipan ini hendak mempertegas, bahwa mereka baru benar-benar disebut sahabat bilamana mereka saling mengasihi, sebagaimana diperintah Kristus sendiri.
  • Kedua, Bila Yesus menuntut  agar mereka hidup saling mengasihi agar disebut sahabat Dia, Yesus sendiri telah lebih dahulu mengasihi mereka. Yesus mengasihi mereka dengan memberi mereka pengajaran, melihat tanda mukjizat yang tidak dilihat semua orang, Yesus mendoakan mereka (bdk Yoh 17), dan kelak, Yesus akan mengasihi mereka secara paripurna dan sehabis-habisnya dengan wafat-Nya di kayu salib.
  • Ketiga, “Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari  Bapa-Ku” Persahabatan  Yesus dan  para  murid  bukan  sekedar persahabatan  biasa. Persahabatan  tersebut  dilandasi  oleh perjuangan bersama tentang apa yang telah di dengar Yesus dari bapa-Nya dan yang telah diberitahukan  Yesus kepada para murid-Nya,  yakni perjuangan untuk mewartakan dan mewujudkan Kerajaan Allah.
  • Keempat, Para murid itu sahabat istimewa, sebab Yesus telah menetapkan/memilih mereka secara khusus di antara banyak orang yang percaya. Keisitimewaan itu mengandung  konsekuensi, bahwa para murid  diharapkan  mampu menghasilkan buah-buah  persahabatannya dengan Yesus dalam kehidupan mereka sehari-hari. Keistimewaan itu juga diberikan kepada para murid, sehingga apapun yang mereka minta kepada Bapa dalam nama Yesus akan dikabulkan.
  • Kelima, Persahabatan Yesus adalah persahabatan yang kekal, yang tidak tegoyahan oleh pengkhianatan  sekalipun. Kepada Yudas Iskariot, salah seorang murid-Nya yang telah mengkhianati dan menjual diri-Nya, Yesus tetap menyapa dia sahabat. “Hai sahabat, untuk itukah engkau datang?” (Mat 26: 50).
  • Keenam, Sikap dan  tindakan  Yesus dalam  persahabatan  dengan  para  murid- Nya, sungguh mengagumkan. Maka pantaslah Yesus juga kita jadikan sebagai Idola dan model kita dalam memperkembangkan diri dan dalam membangun persahabatan. Dalam kegiatan berikut kita akan mendalami sikap dan kepribadian Yesus agar kita makin mantap mengidolakan Dia.

Yesus adalah tokoh yang dapat dijadikan panutan  bagi kita. Kepribadian-Nya,  ajaran-Nya,  dan  tindakan-Nya  dapat  kita  jadikan panutan dalam hidup kita! Berikut ini adalah sikap Yesus yang dapat menjadi panutan dan idola kita:

  1. Yesus menerima semua orang terutama mereka yang tersingkir. Pada  zaman  Yesus, para  pemimpin  agama  Yahudi menganggap orang miskin, sakit dan berdosa, anak-anak dan kaum perempuan merupakan kelompok masyarakat kelas dua, oleh karena itu mereka tidak pernah diperhitungkan hak-haknya, baik dalam tatanan kemasyarakatan maupun keagamaan. Berbeda dengan para pemimpin agama Yahudi yang menganggap kelompok  orang-orang  yang  disebut  tadi  sebagai najis  atau  kotor; sebaliknya Yesus bergaul dan  makan  bersama dengan mereka. Yesus tidak memperlakukan orang berdasarkan status sosial atau kedudukan, melainkan berdasarkan kenyataan semua orang itu citra Allah. Kemiskinan membuat seseorang tidak mempunyai orang lain yang dapat diandalkan untuk menolong dan membela mereka, maka mereka hanya dapat mengandalkan Tuhan. Atas dasar ini, Yesus hadir di tengah mereka. Yesus menjadi andalan dan harapan, tempat mereka bergantung.
  2. Yesus berani mengkritik sikap para penguasa. Dalam himpitan para penguasa Romawi yang menjajah bangsanya, banyak pula para pemimpin lokal masyarakat Yahudi pada masa Yesus bertindak korup, menindas dan sewenang-wenang terhadap rakyatnya sendiri, seperti nampak dalam diri Herodes. Atas sikapnya itu, sampai- sampai Yesus menyebut Raja Herodes sebagai serigala (lih. Luk 13:32). Banyak pula para penguasa mencari hormat dan gelar, mereka menyebut dirinya pelindung rakyat, padahal tindakannya justru sebaliknya (bdk, Luk 22:25). Kenyataan ini memprihatinkan Yesus. Yesus justru memperjuangkan suatu tatanan masyarakat yang adil dan beradab. Menurut Yesus, hal itu hanya akan tercapai bila para penguasa menjalankan kepemimpinannya dengan sikap melayani. Kepada para murid-Nya, Yesus berkata: “Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya  dengan tangan  besi, dan  pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. “Tidaklah demikian di antara kamu. Barang siapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya” (Mrk 10:43-44). Kritik pedas juga disampaikan Yesus kepada ahli-ahli Taurat, orang- orang Farisi, dan kaum munafik, “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kaum  munafik,  sebab kamu  sama seperti kuburan yang dilabur putih yang sebelah luarnya memang tampak bersih, tetapi sebelah dalamnya penuh dengan tulang belulang dan berbagai jenis kotoran. Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh dengan kemunafikan dan kedurjanaan” (Mat 23:27-28). Keberanian sikap Yesus tersebut tidak bisa diartikan  seolah-olah Yesus anti  penguasa. Ia  justru  mendorong  orang-orang  untuk  tetap melaksanakan kewajiban kepada para penguasa. Tetapi pelaksanaan hak kepada penguasa tersebut jangan sampai melalaikan dan mengalahkan kewajiban  pada  Allah.  “Berikanlah  kepada  kaisar  apa  yang  wajib kamu  berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah” (Mat 22:21). Jadi, yang dikritik Yesus bukanlah kekuasaannya, melainkan  cara  dan  sikap orang  dalam  menjalankan kekuasaan. Kekuasaan seharusnya semakin menyejahterakan rakyat dan semakin mendekatkan manusia pada Allah.
  3. Yesus mengutamakan kasih dalam menjalankan aturan agama. Bahaya terbesar dalam hidup  beragama antara lain, ketika orang hanya menjalankan  agama berdasarkan  aturan  secara membabi buta, atau berdasarkan penafsiran aturan keagamaan menurut  kemauan diri sendiri tanpa  peduli nilai-nilai kebenaran  yang hakiki. Bila itu yang terjadi, maka yang muncul adalah fanatisme sempit yang disertai dengan sikap merasa diri paling benar dan paling baik, sementara yang berbeda itu salah dan perlu dimusuhi dan dimusnahkan. Fanatisme sempit itu sangat kentara pada diri para pemimpin agama Yahudi, terutama orang- orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Sikap Yesus sangat bertolak belakang dengan sikap para pemimpin agama Yahudi. Bagi Yesus aturan keagamaan itu penting sejauh aturan itu membantu manusia untuk mencapai keselamatan seutuh-utuhnya. Yesus sangat  menghormati  hukum  Taurat,  terlebih  menerapkannya  secara benar. “Jangan kamu menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan Hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan meniadakannya, melainkan  untuk  menggenapinya”  (Mat  5:17). Yesus datang  untuk menyempurnakan  dan menunjukkan kebenaran hakiki dari isi Hukum Taurat.  Hal tersebut  tampak  dalam sikap kristisnya terhadap  ajaran- jaran  dalam  Taurat,  misalnya  soal  membunuh   (Mat  5:21-22), soal mempersembahkan persembahan (Mat 5:23-24), soal zinah (Mat 5:27-30), soal perceraian (Mat 5:31-32), soal membalas dendam (Mat 5:38-42), soal kasih kepada musuh (Mat 5:43-48) dan sebagainya.
  4. Yesus adalah pribadi yang beriman. Orang yang beriman bukanlah orang yang mempunyai pengetahuan yang cukup tentang Allah. Orang beriman adalah orang yang percaya akan Allah dan senantiasa membangun  relasi dengan-Nya serta yang hidupnya sepenuhnya mau diatur dan dirajai oleh kehendak Allah dalam ketaatan yang penuh, tanpa tedeng aling-aling. Orang beriman adalah orang yang mau melakukan apa saja yang dikehendaki Allah sekalipun seringkali kehendak  Allah itu  tidak  sama  dengan  kehendak  dirinya sebagai manusia.

Pengertian beriman seperti di atas sangat nampak dalam diri Yesus Kristus. Yesus mempunyai relasi yang erat dengan Allah Bapa, dan relasi itu diupayakan antara lain dengan doa dalam setiap saat hidupNya. Ia berdoa saat sedang dibaptis (Luk 3:21), Ia berdoa pagi-pagi benar waktu hari masih gelap (Mrk. 1:35). Ia rehat dari pekerjaan-Nya untuk berdoa (Mrk 6:46, Luk 5:16). Ia berdoa juga pada malam hari (Luk 6:12),Ia berdoa seorang diri saja (Luk 9:18), kadang-kadang ia mengajak para murid menemani-Nya berdoa (Luk 9:28). Ia tidak hanya berdoa untuk diri sendiri, melainkan sering mendoakan murid-Nya dan semua manusia (Yoh. 17:20) Beriman berarti menyerahkan seluruh hidup  secara tolak dan sadar untuk  melakukan  kehendak  Bapa.  Yesus berkata:  “Makanan-Ku  ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan- Nya”. Yoh 4:34.. Ia melupakan keinginan sendiri demi Bapa: “Bapa, kalau boleh jauhkanlah dari pada-Ku penderitaan yang harus Aku alami ini, tetapi jangan menurut kemauanKu, melainkan menurut kemauan Bapa saja” (10k. Luk 22:42). Dan pada akhirnya menyerahkan  seluruh jiwa raga kepada Bapa. Pada saat wafat-Nya Yesus berseru dengan suara nyaring: “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawa-Nya. Luk 23:46

SAKRAMEN DALAM GEREJA KATOLIK



S
akramen dalam Gereja Katolik adalah bagian dari tugas Gereja menguduskan. Sakramen berarti tanda dan sarana keselamatan Allah yang diberikan kepada Manusia. Kata sakramen berasal dari bahasa Latin Sacramentum, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan yang kudus atau yang ilahi. sakramen dalam Gereja Katolik mengandung 2 (dua) unsur hakiki yaitu : pertama, forma artinya kata-kata yang menjelaskan peristiwa ilahi; dan kedua materia artinya barang atau tindakan tertentu yang kelihatan
Sakramen-Sakramen  dibagi menjadi: Sakramen inisiasi Kristen yaitu: Sakramen Pembaptisan, Penguatan, dan Ekaristi Kudus. Sakramen-Sakramen Penyembuhan yaitu: Tobat   dan   Pengurapan   Orang   Sakit)   dan   Sakramen-Sakramen pelayanan pesersekutuan dan perutusan yaitu Sakramen Penahbisan / Imamat dan Perkawinan (lihat Kompendium KGK 2
50 – KGK 1210-1211). Berikut ini adalah penjelasan tentang Sakramen dalam Gereja Katolik:

Lukisan Perjamuan Malam Terakhir. sumber: wikipedia
 1.   Pembaptisan. Sakramen Baptis merupakan sakramen yang pertama kali kita terima sebelum sakramen sakramen yang lain.Pada saat penerimaan Sakramen Baptis kita diperciki air kemudian diolesi minyak serta diberi kain putih dan lilin bernyala.Semua itu merupakan lambang bahwa kita telah di bersihkan dari dosa asal dan siap menjadi terang bagi sesama.Dengan menerima sakramen baptis kita telah diangkat menjadi anak Allah dan digabungkan dengan gereja yang menjadikan kita anggota Tubuh Kristus serta siap diutus untuk berbuat baik kepada semua orang.Pembaptisan hanya dapat di terima satu kali untuk selamanya namun meninggalkan material rohani yang tidak dapat di hapuskan.

Belajar Menulis "Menunggu..."

Pelatihan Belajar Menulis Menulis di Kompasiana   Tak terasa sudah beranjak malam, ketika saya keluar dari ruang perawatan di salah sa...