Konsili Vatikan II sungguh telah memperbaharui Gereja dan hubungannya
dengan dunia. Hubungan yang menjadi baik ini disebabkan karena Gereja mulai
memiliki pandangan baru tentang dunia dan manusia. Mungkin ada baiknya kita
melihat pandangan-pandanganbaru tentang dunia dan gereja, kemudian kita melihat
hubungan antara Gereja dan dunia serta alasan-alasan mengapa harus terjalin
hubungan yang saling mengisi antara keduanya.
A. Permasalahan yang Dihadapi Dunia
Persoalan dunia, dapat kita petakan lewat beberapa
peristiwa yang dihadapi, yang dapat menjadi gambaran bagaimana persoalan dunia
itu sebenarnya.
1.
Perang
Dewasa ini masih banyak kawasan yang dilanda peperangan, tidak ketinggalan
Indonesia, masih sering terjadi bentrokan, perang suku, perang antar kelompok.
Yang menjadi pemicunya seringkali ambisi kekuasaan, ada kecenderungan hasrat
manusia ingin berkuasa dan menguasai manusia yang lain, yang tentunya hal ini
menjadi permasalahan serius, karena manusia tidak lagi menyadari bahwa Tuhan menciptakan
manusia untuk hidup bersama dalam kebersamaan, kedamaian, saling melengkapi dan
menyempurnakan satu sama lain.
2.
Kemiskinan
Kemiskinan sering dipahami sebagai kondisi kehidupan manusia yang tidak
layak atau tidak memenuhi kebutuhan dasar hidup manusia, seperti sandang,
pangan dan papan, namun sesungguhnya kemiskinan dapat juga dipahami secara
sosial ekonomi, dan mental. oleh karena itu, kenyataan adanya kebodohan dan
keterbelakangan sering juga dikategorikan sebagai kemiskinan. Penyebab
kemiskinan tersebut dapat secara eksternal (struktura) ataupun personal
(mental). Sistem kehidupan yang didasarkan pada prisip kapitalisme akan
menciptakan struktur masyarakat di mana yang kaya semakin kaya dan miskin
semakin terpuruk. Akibatnya terjadi kesenjangan antara kaya dan miskin.
3.
Ketidakadilan Sosial
Salah satu tuntutan kodrat masunia adalah diperlakukan secara adil. Artinya
setiap pribadi manusia mempunyai hak atas hidupnya yang perlu dihargai dan
dihormati oleh orang lain. Banyak peristiwa yang diketegorikan sebagai
ketidakadilan, misalnya perampasan yang seringkali mengatasnamakan kepentingan
rakyat. Persoalan dasar ketidakadilan adalah bahwa manusia tidak menyadari
status kesederajatannya di hadapan Sang Pencipta sehingga manusia sulit
memandang sesamanya sebagai pribadi yang perlu dihormati dan dihargai.
4.
Perusakan Lingkungan
Isu tetang pemanasan global, menyadarkan kita bahwa bumi ini sudah semakin
tua dan tidak lagi menjadi tempat yang nyaman dan menjanjikan kesejahteraan
hidup bagi manusia. Banyak bencana alam yang sudah terjadi, seperti banjir,
tanah longsor, dll. Di samping perubahan ekosistem juga karena perbuatan
manusia yang tidak bertanggungjawab, perilaku yang tidak menghargi lingkungan
yang mengancam kelestarian alam.
5.
Perkembangan IPTEK
Di samping persoalan-persoalan di atas, yang juga perlu disadari adalam
perkembangan dunia yang begitu pesat terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK). Kemajuan dan perkembanan ilmu pengetahuan dan teknologi
tentunya juga menpunyai dampak positif bagi kehidupan manusia dan dampak
negatif.
B. Hubungan Gereja dan Dunia
Melihat permasalahan dunia yang terjadi, Gereja
sebagai persekutuan umat beriman dan bagian dari dunia, tentunya tidak akan
tinggal diam saja. Sikap dasar Gereja dalam hubungannya dengan dunia bermula
dari suatu pemikiran Paus Yohanes XXIII yang melahirkan Konsili Vatikan II,
yang menghasilkan dokumen-dokumen penting yang mewarnai tonggak sejarah Gereja
dalam kehidupannya di dunia. Salah satu dokumen yang dihasilkan oleh Konsili
Vatikan II adalah Gaudium et Spes (kegembiraan
dan harapan). Dengan Konsili Vatikan II, Gereja membuka dirinya terhadap dunia
luar. Di mana selama ini, Gereja tertutup terhadap dunia luar.
Lewat Konsili Vatikan II, Gereja sungguh telah
memperbaharui diri dalam hubungannya dengan dunia. Hubungan yang lebih baik ini
disebabkan karena Gereja mulai memiliki pandangan baru tentang dunia dan
seiisinya.
1. Pandangan Baru tentang Dunia dan
Manusia
a. Dunia
a. Dunia
Pada masa lalu dunia sering kali dipandang negative
sebagai dunia berdosa sehingga terdapat gagasan bahwa dunia tidak berharga,
berbahaya, jahat, dan tidak termasuk lingkup keselamatan manusia, bahkan
merupakan halangan dan rintangan bagi manusia untuk mencapai keselamatan.
Pandangan demikian mungkin didasari oleh penafsiran secara dangkal terhadap
teks Kitab Suci, misal:
“janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di
dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada didalam
orang itu. sebab semua yang ada didalam dunia, yaitu keinginan daging dan
keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari bapa, melainkan
dari dunia” (1 Yoh 2 : 15-16).
“Kita tahu, bahwa kita berasal dari Allah, dan seluruh
dunia berada di bawah kuasa si jahat” ( 1 Yoh 5 : 19).
“Janganlah
menjadi serupa dengan dunia” (Rm 12 : 2).
Dalam Injil ataupun surat-surat juga ditekankan bahwa dunia berdosa, dunia yang bermusuhan dengan Allahtelah dikalahkan oleh Kristus ( Yoh 16 :33). Berkat Salib Kristus, seorang Kristen hidup dalam dunia yang baru. Dunia yang terletakdalam genggaman si jahat telah dikalahkan oleh Kristus seperti dikatakan Paulus:” Karena Salib Kristus, bagiku dunia disalibkan dan akupun disalibkan bagi dunia “ (Gal 6 : 14).
Dalam Injil ataupun surat-surat juga ditekankan bahwa dunia berdosa, dunia yang bermusuhan dengan Allahtelah dikalahkan oleh Kristus ( Yoh 16 :33). Berkat Salib Kristus, seorang Kristen hidup dalam dunia yang baru. Dunia yang terletakdalam genggaman si jahat telah dikalahkan oleh Kristus seperti dikatakan Paulus:” Karena Salib Kristus, bagiku dunia disalibkan dan akupun disalibkan bagi dunia “ (Gal 6 : 14).
Konsili Vatikan II mengajak kita untuk melihat dunia
secara lebih positif, Dunia dilihat sebagai seluruh keluarga manusia dengan
segala yang ada di sekelilingnya. Dunia menjadi pentas berlangsungnya sejarah
umat manusia. Dunia ditandai dengan usaha-usaha manusia, dengan segala
kekalahan dan kemenangannya. Dunia diciptakan dan dipelihara oleh cinta kasih
Tuhan Pencipta. Dunia yang pernah jatuh menjadi budak dosa, kini telah
dimerdekakan oleh Kristus yang telah disalibkan dan bangkit pula, untuk
menghancurkan kekuasaan setan agar dunia dapat disusun kembali dengan rencana
Allah dan dapat mencapai kesempurnaan.
b. Manusia
Menyangkut
manusia kita bicarakan tentang martabat manusia, masyarakat manusia dan karya
manusia. Sejak dahulu Gereja sudah selalu mengajarkan bahwa manusia mempunyai
martabat yang luhur, karena manusia diciptakan menurut citra Allah dan
dipanggil untuk memanusiawikan dan mengembangkan diri menyerupai Kristus,
dimana citra Allah tampak secara utuh.
Manusia adalah
ciptaan yang memiliki akal budi, kehendak bebas, dan hati nurani.
Ketiga-tiganya in menunjukkan bahwa manusia adalah sebagai citra Allah,
walaupun dapat disalah gunakan sehingga jatuh kedalam dosa.
Manusia sungguh ciptaan yang istimewa, karena ia diciptakan demi dirinya sendiri, padahal makhluk lain diciptakan hanya untuk manusia. Pribadi manusia dan masyarakat memang saling bergantungan satu sama lain. Hal ini sesuai dengan rencana Tuhan karena manusia diciptakan sebagai makhluk yang bermasyarakat. Allah, yang memelihara segala sesuatu sebagai Bapa, menghendaki agar semua manusia membentuk satu keluarga dan memperlakukan seorang akan yang lain dengan jiwa persaudaraan (G.S 24). Kristus sendiri berdoa agar “ semua menjadi satu …………seperti kita pun satu adanya” (Ya 17 : 21 – 22).
Manusia sungguh ciptaan yang istimewa, karena ia diciptakan demi dirinya sendiri, padahal makhluk lain diciptakan hanya untuk manusia. Pribadi manusia dan masyarakat memang saling bergantungan satu sama lain. Hal ini sesuai dengan rencana Tuhan karena manusia diciptakan sebagai makhluk yang bermasyarakat. Allah, yang memelihara segala sesuatu sebagai Bapa, menghendaki agar semua manusia membentuk satu keluarga dan memperlakukan seorang akan yang lain dengan jiwa persaudaraan (G.S 24). Kristus sendiri berdoa agar “ semua menjadi satu …………seperti kita pun satu adanya” (Ya 17 : 21 – 22).
c. Usaha dan Karya Manusia
Perkembangan dunia disegala bidang memang
dikehendaki Tuhan dan manusia dipilih untuk menjadi “ rekan kerja” Tuhan dalam
melaksanakan perkembangan dunia. Kebenaran ini perlu disadari pada masa
kemajuan ilmiah dan teknik ini, supaya manusia tidak salah langkah. Usaha dan
karya manusia menjadi apa pun bentuknya mempunyai nilai yang luhur karena
dengan itu manusia menjadi partner Tuhan dalam penyempurnaan dan menyelamatkan
dunia ini. Selanjutnya, dengan berkarya manusia bukan saja menyempurnakan bumi
ini tetapi juga menyempurnakan dirinya sendiri.
2. Misi dan Tugas Gereja dalam Dunia
Tugas Gereja dalah melanjutkan karya Kristus sendiri yang datang ke dunia
untuk memberikan kesaksian tentang kebenaran, untuk menyelamatkan dan bukan
untuk menghakimi, untuk melayani dan bukan dilayani (GS art 3). Misi dan perang
Gereja di dunia adalah mewartakan Kerajaan Allah kepada seluruh umat manusia.
Dengan melalui berbagai cara Gereja menghadirkan nilai-nilai Kerajaan Allah di
tengah masyarakat. Kerajaan Allah sebagaimana yang diwartakan dan diperjuangkan
oleh Yesus memang baru akan terwujud secara sempurna pada akhir jaman. Namun
Kerajaan Allah itu sudah mulai mendatangi manusia dan ada diantara kita. Dalam Injil tersirat kesadaran bahwa misi
atau tugas Gereja pertama-tama bukan “penyebaran agama”, melainkan Kabar
Gembira (Kerajaan Allah) yang relevan dan mengena pada situasi konkret manusia
dalam dunia yang majemuk ini. Menjadi pelayan Kerajaan Allah berarti
berusaha dengan segala macam cara ke arah terwujudnya nilai-nilai Kerajaan
Allah di tengah masyarakat, misalnya persaudaraan, kerjasama, dialog,
solidaritas, keterbukaan, keadilan, hormat kepada hidup, memperhatikan yang
lemah, miskin, tertindas, tersingkirkan, dsb. Bagi Gereja, mewartakan Injil berarti
membawa Kabar Gembira ke segenap lapisan umat manusia, sehingga berkat dayanya
kabar tersebut masuk ke dalam lubuk hati manusia dan membaharui umat manusia
dari dalam. “Lihatlah Aku memperbaharui seluruh ciptaan” (EN 18).
Berikut disebutkan beberapa hal pokok
seperti yang disarankan oleh Gaudium et
Spes yang harus menjadi perhatian Gerej masa kini, yakni :
1.
Martabat Manusia
Manusia dewasa ini
berada di jalan menuju pengembangan kepribadiannya yang lebih penuh dan menuju
penemuan serta penebusan hak-haknya yang makin hari makin bertambah. Untuk itu
Gereja dapat berperan antara lain :
a. Membebaskan
martabat kodrat mausia dari segala perubahan paham, misalnya terlalu menekankan
dan mendewasakan tubuh manusia atau sebaliknya.
b. Menolak dengan
tegas segala macam perbudakan dan pemerkosaan martabat dan pribadi manusia
c. Menempatkan dan
memperjuangkan martabat manusia sesuai dengan maksud Penciptanya.
2.
Peran Gereja dalam
Masyarakat
Dalam kehidupn
bermasyarakat, Gereja dapat berperan antara lain sebagai berikut :
a. Membangkitkan
karya-karya yang melayani semua orang, terutama yang miskin, seperti
karya-karya amal, dsb.
b. Mendorog semua
usaha ke arah persatuan, sosialisasi, dan persekutuan yang sehat di bidang
kewargaan dan ekonomi.
c. Karena
universalitasnya, Gereja dapat menjadi pengantara yang baik antara masyarakat
dan negara-negara yang berbeda-beda hidup budaya dan politik.
3.
Usaha dan Karya
Manusia
a. Gereja akan tetap
meyakinkan putra-putrinya dan dunia bahwa semua usaha manusia, betapapun
kecilnya bila sesuai dengan kehendak Tuhan mempunyai nilai yang sangat tinggi,
karena merupakan sumbangan pada pelaksanaan rencana Tuhan.
b. Gereja akan tetap
bersikap positif dan mendorong setiap kemajuan ilmiah dan teknik di dunia ini
asal tidak menghalangi melainkan secara positif mengusahakan tercapainya tujuan
akhir manusia.
c. Akhirnya, Konsili
Vatikan II mencatat masalah-masalah yang dilihatnya sebagai masalah yang
mendesak, yakni martabat pernikahan dan kehidupan keluarga, pengembangan
kemajuan kebudayaan, kehidupan sosial ekonomi dan politik serta perdamaian dan
persatuan bangsa-bangsa.
3. Hubungan antara Gereja dan Dunia
Menyangkut hubungan antara gereja dan dunia dapat diangkat satu dua hal
berikut ini :
a.
Gereja setelah Konsili Vatikan II (Gereja
postkonsilier) melihat dirinya sebagai
“ Sakramen Keselamatan” bagi
dunia. Gereja menjadi terang, garam, dan ragi bagi dunia. Dunia menjadi tempat
atau lading. Dimana Gereja berbakti. Dunia tidak dihina dan dijauhi, tetapi
didatangi dan ditawari keselamatan.
b.
Gereja dijadikan Mitra Dialog. Gereja dapat
menawarkan nilai-nilai injili dan dunia dapat mengembangkan kebudayaannya,
adapt istiadat, alam pikiran, ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga Gereja
dapat lebih efektif menjalankan misinya di dunia.
c.
Gereja tetap menghormati otonomi dunia dengan
sifatya yang sekuler, karena didalamnya terkandung nilai-nilai yang dapat
mensejahterakan manusia dan membangun sendi-sendi Kerajaan Allah.
Sebenarnya, Gereja dan dunia manusia merupakan
realitas yang sama, seperti mata uang yang ada dua sisinya. Berbicara tentang
Gereja berarti berbicara tentang dunia manusia. Bagi seorang Kristen berbicara
tentang dunia manusia berarti berbicara tentang Gereja sebagai umat Allah yang
sedang berziarah didunia ini.
C.
Ajaran Sosial
Gereja
Sejak perkembangan industri modern, massa
buruh berjubel ke kota-kota besar tanpa jaminan masa depan. Maka timbullah
berbagai masalah sosial baru yang berat anatara lain upah yang adil, kepastian
tempat kerja, hak mogok, yang pada dasarnya mempertanyakan juga adil tidaknya struktur
masyarakat itu sendiri.
Supaya tidak tertinggal dari gerakan komunisme yang memperjuangkan nasibkaum buruh, ada imam-imam yang mulai melibatkan diri dalam pastoral kaum seperti imam muda dalam kisah di atas. Kemudian, para Paus pun mulai mengeluarkan ensiklik-ensiklik yang memuat ajaran sosial Gereja.
Supaya tidak tertinggal dari gerakan komunisme yang memperjuangkan nasibkaum buruh, ada imam-imam yang mulai melibatkan diri dalam pastoral kaum seperti imam muda dalam kisah di atas. Kemudian, para Paus pun mulai mengeluarkan ensiklik-ensiklik yang memuat ajaran sosial Gereja.
1. Arti dan Makna Ajaran Sosial Gereja
Ajaran sosial gereja adalah gereja mengenai hak dan
kewajiban berbagai anggota masyarakat dalam hubungannya dengan kebaikan bersama
dalam lingkup nasional maupun internasional.
Ajaran sosial Gereja merupakan tanggapan Gereja
terhadap fenomena atau persoalan-persoalan yang dihadapi oleh umat manusia
dalam bentuk himbauan, kritik dan dukungan. Ajaran sosial Gereja bersifat
lunak, bila dibandingkan dengan ajaran Gereja dalam arti ketat, yaitu dogma.
Dengan kata lain, ajaran sosial Gereja merupakan bentuk keprihatinan Gereja
terhadapa dunia dan umat manusia dalam wujud dokumen yang perlu
disosialisasikan. Karena masalah-masalah yang dihadapi oleh manusia beragama
bervariasi, dan ini dipengaruhi oleh semangat dan kebutuhan zaman, maka
tanggapan Gereja juga bervariasi sesuai dengan isu sosial yang muncul.
2.
Ensiklik-Ensiklik dan Dokumen Konsili Vatikan II Memuat Ajaran Sosial
Gereja Sepanjang Masa
a.
Ajaran Sosial gereja dari Rerum Novarum sampai dengan
Konsili Vatikan II
Ajaran sosial Gereja dalam dunia modern berawal dari tahun 1981, ketika Paus Leo XIII mengeluarkan ensiklik Rerum Novarum. Dalam ensiklik itu Paus dengan tegas menentang kondisi-kondisi yang tidak manusiawi yang menjadi situasi buruk bagi kaum buruh dalam masyarakat industri. Paus mengatakan 3 faktor kunci yang mendasari kehidupan ekonomi, yaitu buruh, modal, dan Negara. Paus juga menunjukkan bahwa saling hubungan yang wajar dan adil antara tiga hal itu menjadi masalah pokok ajaran sosial Gereja. Pada tahun 1931, pada peringatan Ke-40 tahun Rerum Novarum, Paus Pius XI menulis ensiklik Quadragesimo Anno. Dalam ensiklik itu, Paus Pius XI masalah-masalah ketidakadilan sosial dan mengajak semua pihak untuk mengatur kembali tatanan sosial berdasarkan apa yang telah ditunjukkan oleh Paus Leo XIII dalam Rerum Novarum.
Ajaran sosial Gereja dalam dunia modern berawal dari tahun 1981, ketika Paus Leo XIII mengeluarkan ensiklik Rerum Novarum. Dalam ensiklik itu Paus dengan tegas menentang kondisi-kondisi yang tidak manusiawi yang menjadi situasi buruk bagi kaum buruh dalam masyarakat industri. Paus mengatakan 3 faktor kunci yang mendasari kehidupan ekonomi, yaitu buruh, modal, dan Negara. Paus juga menunjukkan bahwa saling hubungan yang wajar dan adil antara tiga hal itu menjadi masalah pokok ajaran sosial Gereja. Pada tahun 1931, pada peringatan Ke-40 tahun Rerum Novarum, Paus Pius XI menulis ensiklik Quadragesimo Anno. Dalam ensiklik itu, Paus Pius XI masalah-masalah ketidakadilan sosial dan mengajak semua pihak untuk mengatur kembali tatanan sosial berdasarkan apa yang telah ditunjukkan oleh Paus Leo XIII dalam Rerum Novarum.
Paus Pius XI menegaskan kembali hak dan kewajiban Gereja dalam menanggapi
masalah-masalah sosial, mengamcam kapitalisme dan persaingan bebas serta
komunisme yang menganjurkan pertentangan kelas dan pendewaan kepemimpinan
kediktatoran kelas buruh. Paus menegaskan perlunya tanggungjawab sosial dari
milik pribadi dan hak-hak kaum buruh atas kerja, upah yang adil, serta
berserikat guna melindungi hak-hak mereka.
Tiga puluh tahun kemudian, Paus Yohanes XXVIII menulis dua ensiklik untuk
menanggapi masalah-masalah pokok zamannya, yaitu Mater et Magistra (1961) dan
Pacem in Terris (1963). Dalam dua ensiklik ini, Paus Yohanes XXVIII
menyampaikan sejumlah petunjuk bagi umat Kristiani dan para pengambil kebijakan
dalam menanggapi kesenjangan di antara bangsa-bangsa yang kaya dan miskin, dan
ancaman terhadap perdamaian dunia. Paus mengajak orang-orang Kristiani dan
“semua orang yang berkehendak baik” bekerja sama menciptakan lembaga-lemabaga
sosial (local, nasional, ataupun internasional), sekaligus menghargai martabat
manusia dan menegakkan keadilan serta perdamaian.
b.
Ajaran sosial Gereja sesudah Konsili Vatikan II dan sesudahnya.
Ketika Paus Yohanes XXVIII mengadakan Konsili Vatikan
II dalam bulan oktober 1962, dia membuka jendela Gereja agar masuk udara segar
dunia modern. Konsili ekumenis yang ke-21 inilah yang pertama kali
merefleksikan Gereja yang sungguh-sungguh mendunia. Selama tiga tahun, para
cardinal dan para uskup dari berbagai penjuru dunia dan hampir semua bangsa
berkumpul untuk mendiskusikan hakikat Gereja dalam dunia modern ini termuat
dalam Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes (Kegembiraan dan Harapan). Dalam
Gaudium et spes ini, para bapa konsili meneguhkan bahwa perutusan khas religius
Gereja memberinya tugas, terang dan kekuatan yang dapat membantu pembentukan
dan pemantapan masyarakat manusia menurut hukum Ilahi. Keadaan, waktu, dan
tempat menuntut agar Gereja dan bahkan memulai kegiatan sosial demi semua
orang.
Sejak Konsili Vatikan II, pernyataan-pernyataan Paus
Paulus VI dan Yohanes Paulus II, sinode para uskup dan konperensi-konperensi
para uskup regional maupun nasional semakin mempertajam perenan Gereja dalam
tanggung jawab terhadap dunia yang sedang berubah dengan pesat ini. Kedua Paus
dan para uskup itu sepenuhnya sadar bahwa mencari kehendak Allah dalam arus
sejarah dunia bukanlah tugas yang sederhana. Mereka juga menyadari bahwa Gereja
tidak mempunyai pemecahan yang langsung dan secara universal dapat memecahkan
masalah-masalah masyarakat yang kompleks dan semakin mendesak.
Ada tiga dokumen yang secara khusus memberi sumbangan
Gereja mengenai tanggung jawab itu :
Dalam Dokumen
Populorum Progresssio (1967), Paus Paulus VI menanggapi jeritan kemiskinan
dan kelaparan dunia, menunjukkan adanya ketidakadilan structural. Ia menghimbau
Negara-negara kaya maupun miskin agar bekerja sama dalam semangat solidaritas
untuk membangun “tata keadilan dan membaharui tata dunia”.
Dokumen kedua berupa surat apostolic Octogesima Adveniens yang ditulis oleh Paus Paulus VI tahun 1971 untuk merayakan 80 tahun dokumen Rerum Novarum. Dalam surat ini ditengahkan bahwa kesulitan menciptakan tatanan baru melekat dalam proses pembangunan tatanan itu sendiri. Paus Paulus VI sekaligus menegaskan peranan jemaat-jemaat Kristiani dalam mengemban tanggung jawab baru ini.
Dokumen kedua berupa surat apostolic Octogesima Adveniens yang ditulis oleh Paus Paulus VI tahun 1971 untuk merayakan 80 tahun dokumen Rerum Novarum. Dalam surat ini ditengahkan bahwa kesulitan menciptakan tatanan baru melekat dalam proses pembangunan tatanan itu sendiri. Paus Paulus VI sekaligus menegaskan peranan jemaat-jemaat Kristiani dalam mengemban tanggung jawab baru ini.
Pada tahun itu juga, para uskup dari seluruh dunia
berkumpul dalam sinode dan menyiapkan pernyataan keadilan didalam dunia. Dalam
dokumen ketiga yang membeberkan pengaruh Gereja yang mendunia, para uskup
mengidentifikasikan dinamika Injil dengan harapan-harapan manusia akan dunia
yang lebih baik. Para uskup mendesak agar keadilan diusahakan di berbagai
lapisan masyarakat, terutama di antara bangsa-bangsa kaya dan kuat, serta
bangsa-bangsa yang miskin dan lemah.
Dalam tahun 1981, Paus Yohanes Paulus II, mengeluarkan ensiklik yang berjudul Laborem Excercens. Ensiklik ini membahas makna kerja manusia. Manusia dengan bekerja mengembangkan karya Allah dan memberi sumbangan bagi terwujudnya rencana penyelamatan Allah dalam sejarah. Tenaga kerja harus lebih diutamakan daripada modal dan teknologi.
Dalam tahun 1981, Paus Yohanes Paulus II, mengeluarkan ensiklik yang berjudul Laborem Excercens. Ensiklik ini membahas makna kerja manusia. Manusia dengan bekerja mengembangkan karya Allah dan memberi sumbangan bagi terwujudnya rencana penyelamatan Allah dalam sejarah. Tenaga kerja harus lebih diutamakan daripada modal dan teknologi.
Dalam ensiklik
Sollicitudo Rei Socialis (1987), Paus Yohanes Paulus II mengangkat kembali
tentang pembangunan yang mengeksploitasi orang-orang kecil. Beliau berbicara
tentang struktur-struktur dosa yang membelenggu masyarakat.
Dalam ensiklik Centesimus Annus (1991), Paus Yohanes Paulus II mengungkapkan bahwa Gereja hendaknya terus belajar untuk bergumul dengan soal-soal sosial.
Dalam ensiklik Centesimus Annus (1991), Paus Yohanes Paulus II mengungkapkan bahwa Gereja hendaknya terus belajar untuk bergumul dengan soal-soal sosial.
8 komentar:
simple,but i like it (y)
makasih, sangat membantu .. :)
mantap. lebih lengkap dari buku sekolah.
Terimakasih banyak:)
terimakasih banyak, Pak
saya muslim lah kok saya kesini ya?
Hak-hak asasi manusia yang sering tidak diperhatikan dalam gereja jawabanya adalah apa??? Tolong dijelaskan
Posting Komentar