Senin, 26 Februari 2018

Tradisi


Sumber iman kita tidak hanya Kitab Suci, tetapi juga tradisi. Tradisi berarti penyerahan, penyampaian, penerusan. Tradisi bukan sesuatu yang kolot atau dari zaman dulu, melainkan sesuatu yang masih terjadi sekarang ini juga. Gereja yang hidup dan berkembang, itulah tradisi.

A.    Arti dan Makna Tradisi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tradisi diartikan sebagai segala sesuatu (seperti adat, kepercayaan, kebiasaan, ajaran, dan sebagainya) yang secara turuntemurun diwariskan dari nenek moyang. Setiap masyarakat memiliki tradisi sendiri-sendiri. Tradisi ini berkembang clan diteruskan dari generasi yang satu kepada generasi berikutnya. Dalam perkembangan selanjutnya, tradisi tersebut tentu saja mengalami perubahan dan perkembangan. Beberapa tradisi sering juga hilang karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Namun, pada banyak suku atau etnis, mereka umumnya masih memelihara tradisi-tradisi ter­sebut. (Sebutlah beberapa contoh tradisi yang hidup di daerah kalian yang sekarang szcdah hilang atau ditinggalkan dan yang masih diteruskan!)
Tradisi-tradisi dalam masyarakat tersebut pada umumnya diteruskan kepada generasi berikutnya, terutama diteruskan secara lisan. Banyak kebiasaan atau tradisi yang dilaksanakan oleh masyarakat kita hanya didasarkan atas cerita lisan dari nenek moyang sebelumnya. Meskipun demikian, kita harus mengakui bahwa ada beberapa tradisi yang ditulis, walaupun lebih banyak yang disampaikan secara lisan.

B.     Tradisi Dalam Gereja Katolik
            1.  Arti Tradisi dalam Gereja Katolik
Gereja senantiasa melestarikan dan meneruskan hidup, ajaran, dan ibadatnya dari generasi ke generasi. Proses penerusan atau komunikasi iman dari satu angkatan kepada angkatan berikutnya dan di antara orang-orang seangkatan itulah yang disebut tradisi. Tradisi berarti penyerahan, penerusan, dan komunikasi terus­menerus. Tradisi bukan sesuatu yang “kolot” dari zaman dahulu, melainkan sesuatu yang masih terjadi sekarang ini juga.
Dalam tradisi itu ada satu kurun waktu yang istimewa, yakni zaman Yesus dan para rasul. Periode itu biasa disebut zaman “Gereja Perdana”. Tradisi zaman Gereja Perdana menjadi inti pokok untuk tradisi berikutriya, “dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru” (Ef 2: 20). Sebagian dari tradisi itu kemudian ditulis, yang sekarang kita kenal sebagai Kitab Suci Perjanjian Baru. Jadi, tidak semua tradisi ditulis, yang lainnya terus disampaikan secara lisan dari generasi ke generasi. Kitab Suci Perjanjian Baru yang ditulis dengan ilham Roh Kudus dengan teguh clan setia serta tanpa keke­liruan, terus mengajarkan kebenaran yang oleh Allah mau dicantumkan di dalam­nya demi keselamatan kita.
Sesudah Gereja Perdana, Gereja terus mengolah dan memperdalam ungkap­an iman yang terdapat dalam Kitab Suci. (bdk Dei Tjerbum Art 8).



           2.  Contoh Tradiri Ajaran Iman Gereja Katolik
Tradisi dan Kitab Suci saling berhubungan. Tradisi mempunyai titik berat­nya dalam Kitab Suci, tetapi tidak terbatas pada Kitab Suci. Sebaliknya, tradisi berusaha terus menghayati dan memahami kekayaan iman yang terungkap di dalam Kitab Suci. Kekayaan iman itu misalnya Syahadat. Di dalam Kitab Suci, kita tidak menemukan Syahadat, tetapi apa yang terungkap dalam Syahadat jelas dilandaskan pada Kitab Suci. Untuk jelasnya, kita akan mempelajari buah karya tradisi, yaitu Syahadat. Kita akan mencoba membandingkan dua Syahadat, yaitu Syahadat Para Rasul (Syahadat Singkat) dan Syahadat dari Konsili Nicea (Syahadat Panjang).
Syahadat Para Rasul/Singkat
Syahadat Nicea/Syahadat Panjang
Aku percaya akan Allah,
Bapa yang mahakuasa,
Pencipta langit dan bumi;

dan akan Yesus Kristus,
Pura-Nya yang tunggal,
Tuhan kita,

yang dikandung dari Roh Kudus,
dilahirkan oleh Perawan Maria;

yang menderita sengsara
dalam pemerintahan Pontius Pilatus
disalibkan, wafat, dan
dimakamkan;
yang turun ke tempat penantian
pada hati ketiga bangkit
dari antara orang mati;
yang naik ke surga,
duduk di sebelah kanan
Allah Bapa manusia
yang mahakuasa
dari situ Ia akan datang
mengadili orang hidup dan yang mati.

Aku percaya akan Roh Kudus,
Gereja Katolik yang kudus,
persekutuan para kudus,
pengampunan dosa,
kebangkitan badan,
kehidupan kekal.
Aku peraya akan satu Allah,
Bapa yang Mahakuasa,
Pencipta langit dan bumi,
dan segala sesuatu yang kelihatan dan tidak kelihatan;
dan akan satu Tuhan Yesus Kristus,
Putra Allah yang tunggal.
Ia lahir dari Bapa sebelum segala abad,
Allah dari Allah,
Terang dari terang,
Allah benar dari Allah benar.
Ia dilahirkan, bukan dijadikan
sehakikat dengan Bapa;
segala sesuatu dijadikan oleh-Nya
Ia turun dari surga untuk kita
dan untuk keselamatan kita.
Dilahirkan oleh Perawan Maria,
dan menjadi manusia.
Waktu Pontius Pilatus;
Ia menderita sampai wafat dan dimakamkan.
Pada hati ketiga Ia bangkit
Ia naik ke surga, duduk di sisi
Ia akan kembali dengan mulia, dan yang mati;
Aku percaya akan Roh Kudus,
Ia Tuhan yang menghidupkan
Ia berasal dari Bapa dan Putra;
Yang serta Bapa dan Putra,
disembah dan dimuliakan;
Ia bersabda dengan perantaraan para nabi.
Aku percaya akan Gereja
yang satu, kudus, katolik, dan apostolik.
Aku mengakui satu pembaptisan
akan penghapusan dosa.
Aku menantikan kebangkitan orang mati
dan hidup di akherat.

Dari perbandingan antara kedua rumus ini langsung kelihatan bahwua kedua syahadat berbeda. Perbedaan itu menyangkut terutama rumusan berikut: “Ia lahir dari Bapa sebelum segala abad, Allah dan Allah, Terang dan Terang, Allah benar dan Allah benar. Ia dilahirkan, bukan dijadikan, sehakikat dengan Bapa; segala sesuatu dijadikan oleh-Nya. Ia turun dari surga untuk kita manusia dan untuk keselamatan kita”. Yang lain juga berbeda rumusannya, tetapi isinya kurang lebih sama.
Dua syahadat itu adalah ajaran Gereja yang berasal dari Tradisi. Syahadat pendek lebih tua daripada syahadat panjang. Syahadat yang panjang itu muncul, antara lain disebabkan munculnya ajaran-ajaran sesat, yaitu ajaran yang tidak mengakui kemanusiaan Kristus dan yang tidak mengakui ke-Allahan Kristus. Maka kemudian dirumuskannya Syahadat secara lebih lengkap. Dalam syahadat panjang mau ditekankan bahwa Yesus sungguh manusia dan sungguh-sungguh Allah.

          3.  Kitab Suci dan Tradisi Merupakan Tolok Ukur Iman Gereja
Kitab Suci bersama tradisi merupakan tolok ukur iman Gereja. Itu berarti iman Gereja baik iman Gereja secara keseluruhan (iman objektif) maupun iman dalam arti sikap masing-masing orang (iman subjektif) diukur kebenarannya oleh Kitab Suci bersama tradisi.

Tidak ada komentar:

Belajar Menulis "Menunggu..."

Pelatihan Belajar Menulis Menulis di Kompasiana   Tak terasa sudah beranjak malam, ketika saya keluar dari ruang perawatan di salah sa...