Senin, 26 Februari 2018

Yesus Adalah Sahabat Sejati dan Tokoh Idola


1.      Arti persahabatan diantara kaum remaja
Syarat-syarat dan sikap-sikap yang dibutuhkan dalam persahabatan antara lain sebagai berikut :
            1.  Sikap saling mencintai, misalnya :
a.      Selalu mau membantu,
b.      Selalu rela berkorban tanpa perhitungan,
c.       Tahu bertenggang rasa
            2.  Sikap saling percaya, misalnya :
a.      Beran membuka diri, menceritakan suka duka hidup;
b.      Selalu mau memberi pujian dan kritik secara jujur.
           3.  Sikap saling menghormati, misalnya :
a.      Menerima teman seadanya, dengan segala kelebihan dan kekurangannya
b.      Suka mendengar, menerima segala tindakan ucapannya sebagai sesuatu yang penting

c.       Tidak memperalat
Setiap orang umumnya memiliki tokoh idola. Orang mencoba meniru kehidupan tokoh idolanya. Bahkan pakaiannya, dandannya, tingkah lakunya, dan sikapnya senantiasa ditiru. Orang ingin menjadi seperti tokoh. Kita memang membutuhkan tokoh idola untuk dapat kita jadikan panutan dalam hidup kita.
Yang paling penting yang dapat kita pelajari dari tokoh panutan ita itu adalah ajarannya, kepribadiannya, dan perbuatan-perbuatannya yang kita anggap luhur.’

2.      Tokoh Yesus sebagai Sahabat Sejati dan Idola Kaum Remaja
Apapun rumusannya, Yesus baru berarti bagiky jika Ia menjadi Yesusku, Yesus bagiku. Bukan Yesus hafalan dari pelajaran agama atau dari kotbah atau dari rumusan-rumusan doa, tetapi Yesus yang menyangkut pribadiku. Itulah Yesus yang berarti bagiku. Apa yang disampaikan dalam pelajaran agama, kotbah, ataupun rumusan-rumusan doa baru memiliki arti jika dihayati secara pribadi dalam kehidupan setiap hari.
1.      Yesus Saya Hayati sebagai Sahabat yang Sejati
Yesus saya andalkan sebagai sahabat yang sejati, karena sikap-Nya terhadap para rasul sungguh-sungguh dihayati-Nya sebagai sahabat. Aku tidak lagi menyebut kamu hamba, sebab hamba tidak tahu apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi “AKU MENYEBUT KAMU SAHABAT” (Yoh. 15:15).
a.      Untuk memupuk persahabatan-Nya dengan para rasul, Yesus menuntut kepercayaan dari mereka. (Sebutkanlah ayat-ayat itu!). sebaliknya, Ia sendiri sangat mempercayai rasul-rasul-Nya, walaupun sulit dimengetri. Misalnya : yesus mempercayakan tugas-tugas penting kepada Petrus, padahal Petrus berulang kali tidak pantas dipercayai. (Perikope manakah itu?). Yesus sungguh mempercayai sahabat-sahabat-Nya. Kepercayaan itu pula yang sangat dibutuhkan kaum remaja. Yesus akan tetap mempercayai kita, walaupun mungkin kita telah mengecewakan-Nya berulang kali.
b.      Yesus sangat menghormati kawan-kawannya, walaupun mereka datang dari masyarakat kalangan bawah. Yesus menerima mereka seperti adanya. Yesus membuka seluruh rahasia diri-Nya dan tugas perutusan-Nya. “Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahu pada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku” (Yoh 15:15). Inilah sikap seorang sahabat yang sejati.
c.       Yesus menuntut cinta dari sahabat-sahabat-Nya (Avat-ayat manakah itar?) Yesus juga mencintai mereka tanpa batas. Cinta yang penuh pengampunan (Ayat-ayat mana yang menunjukkan hal itu) dan cinta yang penuh pengor­banan, bahkan sampai kepada korban nyawa (Ayat manakah yang menunjuk­kan hal itu?)

2.      Yesus adalah Idola Sejati bagi Kaum Remaja
Yesus adalah tokoh yang dapat dijadikan panutan bagi kaum remaja. Kepribadian-Nya, ajaran-Nya, dan tindakan-Nya dapat kita jadikan panutan dalam hidup kita!
Ciri-ciri kepribadian Yesus antara lain adalah sebagai berikut:
a.      Yesus dekat dengan sesama
Yesus berasal dari desa Nazareth, dari keluarga yang sederhana. Ketika men­jadi orang yang termasyur, la tidak lupa asal-Nya. Ia tidak tinggal di lingkungan tertutup, di kawasan elite yang aman. la hidup di tengah-tengah masyarakat, men­jelajahi kata dan desa, daerah gunung, clan pantai. Ia ada di tengah-tengah suka duka hidup manusia. Dalam suasana gembira pesta nikah, la tidak sungkan untuk turut bergembira dan mengambil bagian di dalamnya (lih. Yoh 2: 2-12). Dalam suasana pedih karena menderita sakit, la turut merasa sakit dan menawarkan pe­nyembuhan (lih. Mat 8: 14-17). Pada saat sesama-Nya lapar, Ia berusaha untuk mengenyangkan mereka (lih. Mrk 6: 30-44). la prihatin terhadap sesama-Nya yang terlantar, seperti domba tak bergembala.
Semakin terlibat dengan manusia, la semakin mengerti kesulitan dan kebutuh­an mereka. Sebab itu, la mengawali warta-Nya bukan dengan instruksi dan ancaman, tetapi dengan warta tentang kasih dan pengampunan. Manusia dan pros­pek masa depannya menjadi pusat perhatian Yesus. Ia mendalami pengalaman­-pengalaman-Nya sendiri dan pengalaman sesama-Nya, kemudian mengajak para pendengar-Nya untuk menemukan nilai-nilai Kerajaan Allah di dalamnya.
Pengajaran Yesus sungguh praktis dan manusiawi. Berulang-ulang Ia berbi­cara tentang kebersamaan dan kasih sayang. Yesus berbicara dalam bahasa yang mudah dimengerti, apalagi la sering memakai perumpamaan yang dipetik dari pengalaman dan kehidupan sehari-hari. Ia tidak pernah berbicara dalam rumusan-­rumusan yang muluk-muluk dan sukar dimengerti. Cara berbicara dan isi pem­bicaraan-Nya berkaitan erat dengan hidup masyarakat pada umumnya.
Singkatnya, seluruh cara dan sikap hidup Yesus, sampai dengan isi dan tutur kata-Nya menunjukkan bahwa la sangat “dekat” dengan, sesama-Nya, khususnya rakyat biasa yang sederhana.

b.      Yesus sangat “terbuka” terhadap siapa saja yang datang kepada-Nya
Karena Yesus dekat dengan sesama-Nya, maka Ia juga sangat terbuka kepada siapa saja yang datang kepada-Nya. Ia bergaul dengan semua orang. la tidak membeda-bedakan orang yang yang dijumpai-Nya dan yang datang kepada-Nya. la akrab dengan para imam (lih. Yoh 7: 42-52), para penguasa, bahkan penjajah (lih. Mrk 7: 1-10) yang beritikad baik. Ia akrab pula dengan para pegawai pajak yang korup (llih. Lk 19: 1-10). Ia menyapa (JW : “nguwongke”) para wanita “nakal” (lih. Luk 7: 36-50) dan para penderita penyakit yang berbahaya.
Yesus juga bergaul dan menyapa para pendosa dan kaum wanita.
Pertama: Sikap Yesus kepada kaum pendosa
Bagi orang Yahudi dosa itu menular seperti kuman. Kena bayangan seorang berdosa, tinggal serumah dengan orang jahat, apalagi makan bersama mereka berarti kena dosa itu sendiri, menjadi orang berdosa. Maka, seorang yang saleh tidak boleh bergaul dengan orang yang tidak saleh. Seorang Yahudi akan rusak namanya jika la berhubungan dengan orang kafir. Seorang yang beragama baik dianggap murtad jika dia kontak dengan orang yang tidak beragama.
Yesus justru bergaul dengan para pegawai pajak yang dianggap oleh umum sebagai koruptor dan pemeras. Yesus bertemu dan menyapa orang-orang setengah kafir seperti bangsa Samaria dan mendatangi negeri-negeri orang kafir dan berbicara akrab dengan mereka (lih. Mat 15:21-28).
Kedua : Yesus bergaul dengan wanita
Anggapan masyarakat Yahudi, wanita itu penggoda. Maka, orang laki-laki, lebih-lebih guru agama, tidak boleh berbicara dengan orang perempuan yang belum dikenalnya.
Yesus justru bergaul dengan wanita. Bahkan, ada wanita-wanita tertentu yang tetap mengikuti-Nya kemana pun Dia pergi. Yesus menyapa dan bergaul dengan wanita-wanita kafir yang belum dikenal-Nya seperti wanita Samaria itu.
Yesus bukan saja bergaul dengan sembarang wanita, tetapi juga berusaha untuk membela wanita-wanita sundal, juga wanita yang tertangkap basah sedang berbuat dosa (lih. Yoh. 8, 1-11).
Dari contoh-contoh di atas menjadi jelas bagi kita bahwa pergaulan Yesus sangat terbuka. Yesus berusaha untuk merangkul semua orang. Yesus tidak mau terikat oleh peraturan yang diskriminatif.

c.       Yesus berani membela kebenaran dan keadilan secara konsekuen
Kehidupan rakyat jelata semasa Yesus sungguh parah. Mereka ditindas dan dihimpit oleh para penguasa dan pemimpin-pemimpin agama. Yesus berani membela rakyat kecil yang menderita. Yesus tidak pernah bungkam terhadap prak­tek-praktek sosial yang tidak adil dalam bentuk apapun. Yesus tidak berdiam diri atau bersikap kompromis terhadap k.aum penguasa yang menindas. Yesus juga tidak segan-segan mengkritik mereka yang berpakaian halus di istana (lih. Mat 11: 8). la mengecam raja-raja yang menindas rakyat. Ia mengecam penguasa­penguasa yang menyebut diri “pelindung rakyat” (lih. Luk 22: 25). Ia tidak takut menyebut raja Herodes sebagai serigala (lih. Luk 13: 32).
Yesus berani mengatakan dengan terus terang kepada ahli-ahli Taurat, or­ang-orang Farisi, dan kaum munafik. dan orang-orang yang munafik. “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kaum orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang tampak bersih, tetapi sebelah dalamnya penuh dengan tulang-belulang dan berbagai jenis kotoran. Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampak­nya benar di mata orang;-tetapi di sebelah dalam kamu penuh dengan kemunafikan dan kedurjanaan” (Mat 23: 27-28).
Ia berani membela rakyat kecil dengan mengkritik dan menyerang setiap penindasan dan ketidakadilan walaupun penuh risiko bagi hidup-Nya. Walaupun demikian, Yesus bukanlah seorang tokoh revolusioner yang mau mengubah keada­an sosial dan politik masa itu. Yesus melakukan An semua dalam rangka mewarta­kan Kabar Gembira, “Kerajaan Allah”. Kritik yang tajam terhadap para penguasa yang menindas rakyat tidak bernada politis dan perjuangan kelas. Yesus hanya mau menegakkan nilai-nilai Kerajaan Allah, yakni keadilan, cinta kasih, dan perdamaian. Para penguasa dan pemimpin-pemimpin agama harus menegakkan nilai-nilai itu. Mereka harus melayani rakyat kecil, bukan menindasnya!

d.      Yesus adalah orang yang sungguh “beriman”
Yesus sangat terbuka terhadap siapa saja yang dijumpai-Nya dan yang datang kepada-Nya. Akibatnya, Yesus dianggap melanggar ketentuan adat kebiasaan masa itu. Walaupun demikian, Yesus tetap berani mengkritik dan menghadapi para pe­nguasa dan para pemimpin agama yang bertindak tidak adil terhadap rakyat kecil. Mengapa Yesus begitu berani? Apakah Dia punya backing? Yesus memang punya backing, yakni Allah sendiri.
Yesus mempunyai gambaran tentang Allah yang unik, yakni Allah yang dekat. Allah yang dekat itu bukan hakim yang harus ditakuti, melainkan ibarat bapa yang balk, yang merangkul anak-analcnya dengan penuh cinta. Oleh karena itu, Yesus mengajak para pengikut-Nya untuk menyebut Allah “Abba”. Abba adalah sebutan anak kecil kepada bapanya, dalam bahasa kita dapat diterjemahkan dengan “papa” atau “papi”.
Sebagai Bapa yang baik, Yesus percaya bahwa Allah tidak pandang bulu, tidak membetiakan si miskin dan si kaya, si saleh dan si pendosa, yang balk dan yang jahat, Yahudi dan bukan Yahudi. Semua dirangkul, asal mereka terbuka ter­hadap cinta-Nya. Yesus sungguh menghayati Allah yang dekat itu dan yang me­manggil-Nya untuk melakukan kehendak-Nya pada setiap situasi konkret. Beriman kepada Allah berarti menyadari kehadiran-Nya di dalam kehidupan kita sehari-hari, mendengarkan panggilan-Nya dalam setiap situasi konkret dan berusaha menjawab panggilan-Nya sebaik-baiknya. Itulah yang dibuat oleh Yesus. Yesus mengutamakan panggilan dan kehendak Allah dalam setiap situasi, apa pun risiko dan tantangannya.
Yesus menghayati Allah yang dekat tidak semudah seperti yang kita bayang­kan. Yesus pernah juga merasakan Allah yang jauh ketika menghadapi saat-saat genting yang mengancam dan membahayakan hidup-Nya. Di taman Zaitun itu, Yesus pernah berdoa: “Ya, Bapa, kalau boleh, jauhkanlah daripada-Ku penderitaan yang harus Aku alami ini, tetapi jangan menurut kemauan-Ku, melainkan menurut kemauan Bapa” (bdk Luk 22: 42). Bahkan, ketika Yesus disalib di Golgota Ia merasa ditinggalkan Allah. Yesus berkata, “Ya Allah, Ya Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (bdk. Mat 27:46).
Iman selalu merupakan tantangan. Iman menjadi cemerlang justru dalam tantangan. Sebagai seorang beriman, Yesus dapat mengatasi semua tantangan.
Yesus sungguh-sungguh idola bagi kita, kaum remaja, terutama pada zaman yang penuh tantangan ini.


Tidak ada komentar:

Belajar Menulis "Menunggu..."

Pelatihan Belajar Menulis Menulis di Kompasiana   Tak terasa sudah beranjak malam, ketika saya keluar dari ruang perawatan di salah sa...