Minggu, 19 November 2017

Yesus Mewartakan Kerajaan Allah


A.    Pewartaan Yesus Tentang Kerajaan Allah
Dalam mewartakan Kerajaan Allah, Yesus kerapkali memakai perumpamaan, yaitu cerita yang diambil dari kehidupan sehari-hari untuk menyampaikan suatu kebenaran, khususnya tentang Kerajaan Allah. Dengan perumpamaan itu, para pendengar lebih mudah menangkap pesan yang ingin disampaikan oleh Yesus. Perumpamaan membuat orang tertantang untuk mencari dan menemukan pesan yang berkaitan dengan Kerajaan Allah. Perumpamaan-perumpamaan Yesus me­ngenai Kerajaan Allah mau menyampaikan hal-hal berikut:
1.      Kerajaan Allah Sudah Dekat
Yesus mewartakan bahwa Kerajaan Allah sudah dekat, bahkan sudah datang, terutama dalam diri Yesus. Ketika Yesus berkeliling Palestina untuk mewartakan Kabar Baik, sebenarnya Kerajaan Allah mulai tampak di tengah-tengah umat­Nya (lih. Luk 10: 23-24).       
Pewartaan Kerajaan Allah yang sudah dekat itu terungkap dalam perumpama­an tentang Pohon Ara (lih. Mrk 13: 28-32). Dekatnya Kerajaan Allah membawa nada ancaman dalam perumpamaan tentang orang yang menghadap hakim (lih. Luk 12: 57-58) untuk menuntut kembali pinjaman dari orang yang berhutang (berdosa), maka harus segera membereskan perkara itu (bertobat) supaya jangan terlambat; penghakiman terakhir sudah diambang pintu.
Berdekatan dengan perumpamaan tentang pohon ara adalah perumpamaan tentang bendahara yang tidak jujur (lih. Luk 16: 1-8). Perumpamaan ini antara lain man mengatakan bahwa orang harus cerdik, sebab Kerajaan Allah sudah diambang pintu untuk mengadakan pertanggungjawaban. Dekatnya Kerajaan Allah berarti juga dekatnya penghakiman Allah.
Perumpamaan tentang pohon ara yang tidak berbuah (lih. Luk 13: 6-9) mau menggambarkan bahwa Allah itu sesungguhnya sabar, tetapi jika pada waktunya orang tidak menghasilkan buah pertobatan (bdk Luk 3: 8-9), maka penghakiman akan mendatangi orang itu.
Penghakiman Allah akan datang secara tiba-tiba dan tidak disangka-sangka (lih. Mat24: 50). Hal ini diilustrasikan dalarn perumpamaan tentang pencuri yang datang pada waktu ma lain di saat yang tidak diketahui (lih. Mat 24: 43-44). Kedatangan Kerajaan Allah dan penghakiman yang tidak tersangka-sangka itu terungkap dalam perumpamaan tentang gadis yang bijaksana dan gadis yang bodoh.

2.      Kerajaan Allah berarti Allah Mulai Memerintah
Kerajaan Allah berarti Allah yang memerintah sebagai raja. Allah yang memerintah dilukiskan oleh Yesus sebagai Bapa. Allah itu sungguh-sungguh Bapa yang baik hati dan suka mengampuni. Dalam perumpamaan domba yang hilang (lih. Luk 15: 3-7), Yesus menggambarkan Allah yang suka mengampuni. Dalam perumpamaan orang-orang upahan di kebun anggur (lih. Mat 20:1-5), Allah digam­barkan sebagai “Bapa keluarga” yang baik hati terhadap orang-orang yang tidak berjasa. Orang yang dimaksud adalah “pemungut cukai, pelacur, dan orang ber­dosa” yang bertobat dan atas dasar kebaikan Allah menerima pemerintahan-Nya.
Dalam perumpamaan anak yang hilang atau Bapa yang mengasihi anak yang hilang (lih. Luk 15: 11-32) mau menunjukkan balas kasih dan kasih Allah terhadap orang berdosa dan sukacita-Nya karena mereka bertobat. Perumpamaan ini juga sekaligus berisi kritik terhadap orang Farisi (yang dilambangkan anak yang sulung) yang membanggakan jasanya, tetapi tidak mengerti sikap hat] Bapa. Ketiga per­umpamaan dalam Luk 15: 1-32 (domba yang hilang, dirham yang hilang, dan anak yang hilang) mau menekankan sukacita Allah yang menyambut orang berdosa yang bertobat ke dalam Kerajaan-Nya.

3.      Kerajaan Allah Menuntut Sikap Pasrah (Iman) Manusia Kepada Allah
Allah meraja dengan kasih. Oleh sebab itu, manusia dituntut sikap pasrah, dan sikap iman kepada Allah. Allah menjadi harapan, sandaran, dan andalan bagi manusia. Manusia tidak boleh mengandalkan hal-ha1 lain, seperti harta, kekuasaan, bahkan dirinya sendiri.
Yesus menentang orang-orang Farisi karena mereka terlalu mengandalkan jasa jasa dan kekuatan diri mereka. Yesus memuji orang-orang miskin dan men­derita sebagai yang “berbahagia”, karena dalam kemiskinannya itu mereka hanya mengandalkan Allah dan mempercayakan diri pada Allah. Yesus tentu saja tidak mendukung kemiskinan, bahkan Ia memperjuangkan kesejahteraan lahir batin bagi umat. Yesus mengecam ketidakadilan yang dilakukan oleh para petinggi peme­rintahan dan agama.
Yesus tidak menyapa berbahagia kepada orang-orang yang saleh dan taat pada Taurat seperti kaum Farisi, sebab mereka mengandalkan dirinya sendiri. Yesus menyapa orang miskin dan menderita, sebab mereka hanya mengandalkan Allah. Baca perumpamaan Yesus tentang orang Farisi dan pemungut cukai yang berdoa di Bait Allah (Luk 18: 9-14).

4.      Kerajaan Allah itu Suatu Karunia
Kerajaan Allah adalah karunia dari Allah, bukan hanya jasa manusia. Dengan kata lain, pemerintahan Allah tidak ditegakkan atau diwujudkan hanya oleh daya upaya manusia. Kerajaan Allah sebagai karunia Allah ini diilustrasikan dalam perumpamaan “benih yang tumbuh” (Mrk 4: 26-29); “ragi” (Mat 13: 33 dst), “biji sesawi” (Mat 13: 31-32), dan “penabur” (Mrk 4: 1-9).
Titik perbandingan dalam perumpamaan-perumpamaan tersebut terletak pada keajaiban bahwa “benih” itu tumbuh, menjadi pohon besar, dan menghasilkan buah berlimpah, walaupun banyak rintangan. Demikianlah juga tentang Kerajaan Allah, biarpun banyak rintangannya (penabur), KerajaanAllah dengan kekuatannya sendiri (benih dan ragi) akan diwujudkan dan menghasilkan buah berlimpah. Kerajaan Allah sebagai karunia Allah harus diperjuangkan clan dikembang­kan oleh manusia sebagai nilai yang paling tinggi. Karena itu, manusia yang telah memperolehnya patut bergembira dan bersedia memperjuangkan dan mengem­bangkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini diilustrasikan dalam perumpama­an tentang “harta yang terpendam dan mutiara yang berharga” (Mat 13: 44-46). Fokus perumpamaan ini terletak dalam ayat 44 yaitu kegembiraan menemukan “harta terpendam”. Dengan usaha yang tidak mengenal lelah, akhirnya harta itu ditemukan sehingga mendatangkan kegembiraan luar biasa bagi yang empunya. “Harta terpendam” ini menggambarkan sesuatu yang sangat bernilai, yakni Ke­rajaan Allah. Orang dengan gembira hati mengorbankan segala sesuatu demi Kerajaan Allah yang paling berharga dan bemilai.

B.     Perbuatan-Perbuatan Yesus Dalam Rangka Memperjuangkan Kerajaan Allah
Yesus memaklumkan dan memperjuangkan Kerajaan Allah dengan perkataan dan perbuatan. Perkataan dan perbuatan tersebut dalam hidup Yesus merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan (lih. Mat 11: 4-6). Perkataan atau sabda Yesus menjelaskan atau menerangkan perbuatan-perbuatan Yesus supaya per­buatan itu dapat ditangkap maksudnya, sedangkan perbuatan-perbuatan mewujud­nyatakan perkataan-perkataan Yesus, sehingga kata-kata Yesus bukanlah kata­kata kosong, tetapi kata-kata yang penuh kuasa dan arti. Maka dalam kesempatan ini akan dijelaskan mengenai perjuangan Yesus melalui perbuatan.
1.      Yesus Mengadakan Mukjizat-Mukjizat
Yesus mewartakan Kerajaan Allah tidak hanya dengan sabda-sabda-Nya, tetapi juga melalui mukjizat-mukjizat. Mukjizat yang dimaksudkan adalah kejadian atau perbuatan luar biasa yang bagi orang percaya menangkapnya sebagai per­nyataan kekuasaan Allah Penyelamat. Dengan mukzijat itu, Allah menyatakan kekuasaan penyelamatan-Nya.
Mukjizat hanya sebagai tanda bagi orang yang percaya, yaitu tanda kemurahan hati Tuhan (Yesus), sedangkan bagi yang tidak percaya adalah suatu pertanyaan. Mukjizat-mukjizat Yesus itu mau menunjukkan:
a.      Yesus menghubungkan mukjizat-mukjizat-Nya dengan pemberitaan tentang Kerajaan Allah. Di luar itu, Yesus tidak pernah membuat mukjizat. Itulah sebabnya, Yesus menolak membuat tanda/mukzijat di hadapan pejabat atau orang banyak untuk melegitimasikan diri-Nya sebagai yang berasal dari Allah (Mat 16: 1; Luk 11: 16-29).
b.      Dasar dan motif mengadakan mukjizat adalah pemberitaan tentang Kerajaan Allah. Pemberitaan tentang Kerajaan Allah hanya ditujukan kepada orang miskin dan tertindas. Karena itu, mukjizat-mukjizat Yesus justru teriuju ke­pada orang yang malang, sakit dan di bawah kuasa kejahatan. Mukjizat-muk­jizat itu menyatakan bahwa Kerajaan Allah yang diwartakan Yesus dan yang membebaskan orang dari kuasa jahat, benar-benar bagi mereka.
c.       Mukjizat-mukjizat Yesus mempunyai arti mesianis. Artinya, mukjizat-muk­jizat Yesus mau menunjukkan bahwa Yesus adalah Mesias yang dinanti-nanti­kan. Mukjizat-mukjizat yang dikerjakan Yesus merupakan tanda dari Kerajaan Allah yang sudah datang. MeIalui penyembuhan orang sakit dan pengusiran roh-roh jahat menajdi nyata bahwa zaman Mesias sudah dimulai. Hal ini juga menjadi jelas ketika Yohanes bertanya apakah Yesus adalah Mesias yang dinantikan. Yesus memberi jawaban dengan berkata : “Pergilah dan katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu lihat dan kamu dengar : Orang buta melihat, orang bisu mendengar, orang mati dibangkitkan, orang kusta menjadi tahir dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik” (Mat 11:4-5).
d.     Mukjizat-mukjizat Yesus menyatakan solidaritas Allah dengan manusia yang miskin dan menderita serta kerasukan roh jahat. Allah menyatakan diri setia kawan dengan orang yang sakit dan kerasukan setan. Dengan demikian, mukjizat Yesus juga menjadi tanda bahwa Yesus datang untuk menampakkan kebaikan hati Allah, supaya yang menderita tidak menderita, supaya yang dibawah kuasa setan dibebaskan dan yang sakit disembuhkan.
2.      Yesus Bergaul dengan Semua Orang : Tanda Cinta-Nya yang Universal
Yesus dekat dengan semua orang, maka Ia j uga sangat terbuka terhadap semua orang. la bergaul dengan semua orang. la tidak mengkotak-kotakkan dan membuat kelas-kelas di antara manusia. Yesus tidak pernah hanya dekat dengan sekelompok orang clan menyingkirkan kelompok yang lainnya. Yesus akrab dengan semua orang (lih. Yoh 7: 42-52) dan penguasa, bahkam penjajah (lih. Mrk 7: 1-10) yang beritikad baik. Yesus pun akrab dengan para pegawai pajak yang korup (lih. Luk 19: 1-10), dengan wanita tuna susila (lih. Luk 7: 36-50), dan para penderita penyakit berbahaya yang dikucilkan.
Pergaulan Yesus dengan orang-orang yang berdosa dan najis sering dipandang oleh kaum Farisi amat tidak sesuai dengan adat sopan santun dan peraturan agama yang berlaku pada saat itu.

3.      Yesus Membebaskan Orang-Orang dari Beban Legalisme
Yesus sering dikecam oleh lawan-lawannya sebagai orang yang suka berpesta pora, suka makan dan minum, tidak berpuasa, dan tidak menghiraukan banyak ketentuan hukum Taurat lainnya.
Yesus memaklumkan bahwa Allah itu Pembebas. Allah ingin memungkin­kan manusia mengembangkan diri secara lebih utuh dan penuh. Segala hukum, peraturan, dan perintah harus diabdikan kepada tujuan memerdekaan manusia. Maksud terdalam setiap hukum adalah membebaskan (atau menghindarkan) manu­sia dari segala sesuatu yang dapat menghalangi manusia berbuat baik. Begitu pula, tujuan hulcum Taurat.
Sikap Yesus terhadap hukum Taurat dapat diringkas dengan mengatakan bahwa Yesus selalu memandang hukum Taurat dalam terang hukum kasih. Yesus menolak hukum Taurat yang sudah dimanipulasi dan ditafsirkan secara keliru.

4.      Yesus Memanggil Pengikut-PengikutNya
Untuk mewartakan Kerajaan Allah, Yesus memanggil dan mengutus murid­murid-Nya. Mereka dituntut memiliki keterlibatan yang radikal. Orang-orang yang dipanggil Yesus harus:
a.      Segera meninggalkan segala-galanya;
b.      Belajar dan hidup dekat dengan Yesus;
c.       Siap diutus;
d.     Siap menderita.

C.    Nilai-Nilai Duniawi dan Nilai-Nilai Kerajaan Allah
1.      Uang/Harta dan Kerajaan Allah
Uang, harta, dan kekayaan pasti mempunyai nilai, maka kita harus berusaha untuk memilikinya. Namun, kita yang harus menguasai harta, bukan harta yang menguasai kita. Uang, harta, dan kekayaan tidak boleh dimutlakkan, sehingga menghalangi kita untuk mencapai nilai-nilai yang lebih luhur, yakni Kerajaan Allah. Jika kita hanya terobsesi dan bernafsu untuk mengutamakan kekayaan, maka kita sudah mendewakan harta.
Nafsu (ambisi) untuk mengumpulkan uang atau kekayaan agaknya berten­tangan dengan usaha mencari Kerajaan Allah. Betapa sulitnya orang kaya masuk dalam Kerajaan Allah, seperti halnya seekor unta masuk ke dalam lubang jarum (bdk. Mrk 10: 25). Maksudnya, Yesus mendorong agar orang tidak terbelenggu uang/harta dan kekayaan. Yesus mendorong agar orang kaya memiliki semangat solidaritas terhadap orang miskin dan menderita clan suka membatu mereka dengan kekayaannya.
Yang dituntut oleh Yesus bukan hanya sekedar derma, melainkan usaha nyata dari orang kaya untuk membebaskan orang dari kemiskinan dan penderitaan.

2.      Kekuasaan dan Kerajaan Allah
Kekuasaan itu sangat bernilai. Namun, orang tidak boleh memutlakkannya sehingga usaha kita membangun Kerajaan Allah terhalang. Ada dua cara yang sangat berbeda dalam mengerti dan melaksanakan kekuasaan. Yang satu adalah penguasaan, yang lain adalah pelayanan. Kekuasaan dalam Kerajaan Allah tidak mementingkan diri sendiri dan kelompoknya.
Kebanyakan pemimpin Yahudi (imam-imam kepala, tua-tua, ahli kitab, dan orang Farisi) kebanyakan adalah penindas. Kekuasaan sering membuat mereka menguasai dan menindas orang lain (terlebih yang lemah) dengan memanipulasi hukum taurat.
Yesus tidak menentang hukum Taurat sebagai hukum. Tetapi, Yesus menentang cara orang menggunakan hukum dan sikap mereka terhadap hukum. Para ahli kitab dan orang-orang farisi telah menjadikan hukum sebagai beban, padahal seharusnya merupakan pelayanan (bdk. Mat 23:4; Mrk 2:27). Yesus juga menolak setiap hukum dan penafsiran yang digunakan untuk menindas orang. Menurut Yesus, hukum harus berciri pelayanan, belas kasih, clan cinta. Dalam Kerajaan Allah, kekuasaan, wewenang, dan hukum melulu fungsional.

3.      Kehormatan/gengsi dan Kerajaan Allah
Kehormatan atau gengsi adalah nilai yang sangat dipertahankan orang. Gengsi dan kedudukan sering dianggap lebih penting daripada segala sesuatu. Orang akan memilih bunuh diri atau berkelahi sampai mati daripada kehilangan gengsi atau harga dirinya. Kedudukan dan gengsi/harga diri sering didasarkan pada keturunan, kekayaan, kekuasaan, pendidikan, dan keutamaan. Akibat adanya gengsi clan kedudukan inilah masyarakat dapat terpecah-pecah di dalam kelompok-kelompok. Ada kelompok yang memiliki status sosial tinggi dan ada kelompok yang melmiliki status sosial rendah. Sebenarnya, siapa saja yang begitu lekat pada gengsi dan harga diri tidak sesuai dengan nilai-nilai Kerajaan Allah yang dicanangkan oleh Yesus.
Yesus mengatakan: “Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Surga (Allah)? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini; kamu tidak akan masuk ke dalam kerajaan surga” (Mat 18: 1-4,. Anak adalah perumpamaan mengenai “kerendahan” sebagai lawan dari kebesaran, status, gengsi, dan harga diri. Ini tidak berarti bahwa hanya orang-orang dalam kel as tertentu yang akan diterima dalam Keraj aan Allah. Setiap orang dapat masuk ke dalamnya jika la man berubah dan menjadi sepenti anak kecil (Mat 18: 3;, menjadikan dirinya kecil seperti anak-anak kecil (Mat 18: 4).
Kerajaan yang diwartakan dan dikehendaki oleh Yesus adalah suatu masyara­kat yang tidak membeda-bedakan lebih rendah atau lebih tinggi. Setiap orang akan dicintai dan dihormati, bukan karena pendidikan, kekayaan, asal usul, ke­kuasaan, status, keutamaan, atau keberhasilan-keberhasilan lain, tetapi karena ia adalah pribadi yang diciptakan Allah sebagai citra-Nya.
4.      Solidaritas dan Kerajaan Allah
Perbedaan pokok kerajaan di.tnia dan Kerajaan Allah bukan karena keduanya mempunyai bentuk solidaritas yang berbeda. Kerajaan dunia sering dilandaskan pada solidaritas kelompok yang eksklusif (suku, agama, ras, keluarga, dan sebagai­nya) dan demi kepentingan sendiri. Sementara, Kerajaan Allah dilandasi solidaritas yang mencakup semua umat manusia. “Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesama manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Mat 5: 43-44). Dalam kutipan ini, Yesus memperluas pengertian “saudara”. Saudara tidak hanya teman, tetapi juga mencakup musuh: “Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu, berdoalah untuk orang yang mencdci kamu” (Luk 6: 27-28). “Dan jika kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosa pun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka” (Luk 6: 32).
Solidaritas kelompok (mengasihi orang yang mengasihi kamu) bukanlah solidaritas menurut Yesus. Solidaritas yang dikehendaki oleh Yesus adalah soli­daritas terhadap semua orang tanpa memandang bulu, termasuk juga musuh.

2 komentar:

Myname mengatakan...

Cara yesus mewartakan kerajaan allah nya mana

Unknown mengatakan...

Mana cara yesus mewartakan kerajaan Allah ka



Belajar Menulis "Menunggu..."

Pelatihan Belajar Menulis Menulis di Kompasiana   Tak terasa sudah beranjak malam, ketika saya keluar dari ruang perawatan di salah sa...