Minggu, 19 November 2017

Sengsara dan wafat Yesus di Salib


A.    Latar Belakang dan Sebab-Sebab Sengsara dan Wafat Yesus
Untuk memahami peristiwa Yesus dihukum mati dan menjalani hukuman mati, ada baiknya kita mengamati dua hal berikut ini :
1.      Konteks sosial menjelang penyaliban Yesus
2.      Mereka yang berperan dalam penyaliban Yesus

1.      Konteks Sosial Menjelang Penangkapan, Pengadilan, dan Penyaliban Yesus
a.      Konteks Perayaan paskah
Perayaan Paskah merupakan pesta bangsa Israel untuk memperingati peristiwa pembebasan bangsa Israel dari Mesir. Perayaan ini berlangsung selama tujuh hari, menajdi pekan roti tak beragi. Bangsa Israel menghayati peristiwa pembebasan dari Mesir sebagai keterlibatan Allah dalam hidup mereka. Pada perayaan Paskah itu, seluruh rakyat terlibat dengan cara berziarah ke Yerusalem. Maka, Yerusalem dipadati oleh rakyat yang akan merayakan Paskah.
Dalam rangka perayaan Paskah tersebut, Yesus dan murid-murid-Nya juga pergi ke Yerusalem. Dalam situasi Paskah Yahudi itulah, terjadi peristiwa besar yang menimpa diri Yesus. Ia ditangkap, diadili, dan disalibkan. Pengadilan dan penyaliban Yesus diwarnai oleh berbagai isu yang berkembang pada waktu itu.
b.      Pemberontakan terhadap Pemerintah Roma
Biasanya, dalam setiap perayaan paskah, tentara Roma juga selalu siap siaga untuk menghadapi kemungkinan yang tidak diinginkan, misalnya kekacauan. Pada masa Yesus, situasi Palestina tidaklah tenteram. Selalu ada usaha-usaha untuk melawan pemerintah Romawi.
Pewartaan Yesus tentang Kerajaan Allah dan pernyataan diri-Nya sebagai Mesias dapat menubuhkan harapan bangsa Yahudi akan datangnya Mesias. Harapan ini akan mendorong mereka untuk memberontak. Dengan demikian, tindakan Yesus dapat menumbuhkembangkan pemberontakan politis seperti yang telah dilakukan oleh orang-orang Zelot. Hal itulah yang dijadikan alasan oleh para pemuka agama Yahudi untuk menghukum Yesus dan menghadapkan-Nya pada Ponsius Pilatus.
Dalam peristiwa penangkapan dan pengadilan terhadap Yesus, pasukan Romawi diperalat oleh para pemuka agama yang mengisyaratkan bahwa Yesus dan pengikut-Nya termasuk dalam kelompok orang yang mau memberontak. Markus menceritakan, “Dan pada waktu itu adalah seorang yang bernama Barabas sedang dipenjarakan bersama beberapa pemberontak lainnya. Mereka telah melakukan pembunuhan dalam pemberontakan” (bdk. Mrk.15:7)
c.       Munculnya Mesias-Mesias Palsu
Pada masa kehidupan Yesus telah muncul beberapa orang yang diyakini oleh orang-orang Yahudi sebagai Mesias. Mereka dipandang sebagai Mesias seperti diramalkan oleh nabi Yesaya. Nabi Yesaya bernubuat bahwa Allah akan mengangkat seorang keturunan Daud untuk naik takhta kerajaan. Orang-orang yang dianggap memenuhi nubuat nabi Yesaya pada masa itu antara lain Yudas dari Galilea dan Simon dari Bar Kokhba.
Munculnya mesias-mesias itu selalu diwaspadai oleh pemerintah Roma. Se­bab, biasanya setelah seorang mesias mulai muncul, maka akan disusul adanya pemberontakan. Mesias-mesias yang ada menjadi biang kerusuhan.
Injil dengan jelas membedakan antara Yesus dan orang-orang yang dianggap mesias itu. Ha1 ini sungguh-sungguh diketahui oleh Pilatus dan orang-orang Ro­mawi lainnya. Oleh karena itu, dalam proses pengadilan yang dipimpinnya, Pilatus berusaha membebaskan Yesus. Pilatus mengetahui bahwa tindakan Yesus berkaitan dengan hidup keagamaan clan bukan politis. Tindakan Pilatus semakin jelas dengan tawarannya untuk membebaskan Yesus atau Barabas.
Namun, orang Yahudi tidak mau mengambil risiko dengan Yesus itu. Yesus pernah membuat kehebohan di Bait Allah. Kalau terjadi lagi, pasukan Romawi dapat menyerbu Bait Allah. Padahal; banyak penduduk Yerusalem menggantung­kan hidupnya pada BaitAllah. BaitAtlah sebagai tempat ziarah merupakan sumber naflcah bagi mereka. Maka lebih baik mereka memilih Barabas untuk dibebaskan.

2.      Mereka yang Berperan dalam Peristiwa Pengadilan dan Penyaliban Yesus
a.      Para Petinggi Agama
Warta dan tindakan Yesus memang barn, rnerombak agama Yahudi. Hal ini jelas tidak disukai oleh para pemuka agama. Para pemuka agama itu beranggapan bahwa hanya agama yang menjamin kelangsungan bangsa. Barangsiapa merong­rong agama dianggap membahayakan bangsa. Perubahan agama dianggap dapat menimbulkan murka Allah. Jika Allah murka maka habislah riwayat bangsa Yahudi.
Yesus berasal dari “udik”, dari suku yang agamanya tidak kokoh. “Tidak ada nabi yang berasal dari Galilea!” Yesus tidak berijazah, tidak berpendidikan, dengan hak apakah la mengutik-utik Kitab Suci? Yesus tidak mempunyai backing, ke­luarganya sederhana, teman-temannya rakyat jelata, sekelompok orang yang tidak mempunyai wewenang agama sedikit pun juga. Apa yang dibuat oleh Yesus, se­hingga bermacam-ma.cam tuduhan dilemparkan kepada-Nya oleh para ahli Taurat dan kaum Farisi?
·         Yesus bergaul dengan sampah masyarakat:
Ahli-ahli Taurat dari golongan Farisi melihat bahwa ia makan dengan pe­mungut bea cukai dan orang berdosa.
·         Yesus dianggap melanggar hukum Taurat:
Yesus menyatakan semua makanan halal; Ia menyentuh orang kusta; Ia tidak berpuasa.



·         Yesus dianggap melanggar adat saleh:
Yesus berbicara dengan perempuan kafir; Ia membela wanita pezinah; Ia makan dengan tangan najis.
·         Yesus dianggap melanggar Sabat:
Yesus berkata: “Hari Sabat diadakan untuk manusia clan bukan manusia untuk hari Sabat” (Mrk 2: 27)
·         Yesus dianggap mencampuri urusan para pemuk, agama:
Imam Agung bertanggung jawab atas Bait Allah. Tetapi, Yesus mengusir para pedagang di Bait Allah, padahal Dia dianggap tidak mempunyai hak apa-apa terhadap urusan Bait Allah. Yesus dianggap berani mengatakan bahwa Ia mengerti apa yang dikehendaki Allah, bahwa ia mengenal Allah lebih daripada para nabi dahulu, lebih daripada Musa. Di mata para petinggi agama, Yesus dianggap provokator.

b.      Para Petinggi Pemerintahan
Pada masa Yesus, situasi Palestina tidak aman/tenteram, karena selalu ada usaha-usaha untuk melawan pemerintahan Romawi. Pewartaan Yesus tentang Ke­rajaanAllah dan pernyataan diri-Nya sebagai Mesias dapat menumbuhkan harapan bangsa Israel akan datangnya Mesias. Harapan ini akan mendorong mereka untuk memberontak. Dengan demikian, tindakan Yesus dianggap dapat menumbuhkan pemberontakan politis seperti yang telah dilakukan oleh orang-orang Zelot. Hal itulah yang telah dijadikan alasan para pemuka agama Yahudi untuk menghukum Yesus dan menghadapkan-Nya pada Pilatus.
Dalam peristiwa penangkapan dan pengadilan terhadap Yesus, pasukan Romawi diperalat oleh para pemuka agama bahwa Yesus dan pengikut-Nya termasuk dalam kelompok orang yang mau memberontak. Markus menceritakan : “Dan pada waktu itu adalah seorang yang bernama Barabas sedang dipenjarakan bersama beberapa pemberontak lainnya. Mereka telah melakukan pembunuhan dalam pemberontakan” (Mrk. 15:7).
Keributan di Bait Allah ketika Yesus dan murid-murid-Nya menghalau para pedagang mungkin membuat pemerintahan kolonial Romawi mencurigai Yesus. Ketiga bangsa-Nya sendiri menyerahkan Yesus, pemerintah Romawi rupanya tidak terlalu berkeberatan untuk mengamankan dan membebaskan dia dari segala tuduhan.

c.       Vonis Hukuman Mati untuk Yesus
Seluruh majelis agama menolak Yesus. Dengan suara bulat, mereka memutus­kan untuk memberikan hukuman mati terhadap Yesus. Imam Agung, pemimpin yang dipilih Allah untuk menggembalakan umat-Nya, membuang Yesus.
Ponsius Pilatus, gubernur sipil menghukum Yesus. Nlurid-murid dan teman­teman Yesus tidak seorang pun membela-Nya. Mereka semua meninggalkan Yesus dan membiarkan Dia dihukurn mati disalib. Menurut keyakinan Yahudi, mati di­salib merupakan tanda bukti bahwa seseorang dibuang oleh Allah sendiri.
Hukuman mati disalib itu lebih daripada mencabut nyawa saja. Mati di kayu salib berarti: dibuang oleh bangsanya dan dikutuk oleh Allah. Mayat seorang terhukum harus lekas-lekas dikuburkan, karena dianggap mengotori dan menajis­kan tanah yang diberikan Allah.

B.     Kisah Sengsara dan Wafat Yesus
Kisah sengsara dan wafat Yesus yang disampaikan oleh Lukas dalam Injilnya sangat khas. Kesengsaraan Yesus disampaikan Lukas berpangkal dari hasil peng­alaman kehidupannya sebagai murid Yesus. Lukas adalah salah seorang murid Yesus yang menyampaikan hasil perenungan perjalanan terakhir hidup Yesus.
1.      Penangkapan Yesus di Taman Getsemani
Yesus mengetahui bahwa la akan mengalami kesengsaraan sebagai konse­kuensi dari pewartaan-Nya yang dianggap mengganggu gugat kemapanan banyak pihak. Di taman Getsemani, Yesus secara khusus mempersiapkan penderitaan yang akan ditanggung-Nya. Ia berdoa kepada Bapa-Nya. Sebagai manusia biasa, Yesus merasakan ketakutan yang luar biasa sehingga la berseru, “Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku, tetapi bukanlah kehendak­Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi” (Luk 22: 42).
Kebiasaan Yesus untuk berdoa telah diketahui oleh para murid-Nya. Yudas juga mengetahuinya. Maka, Yudas memanfaatkan kebiasaan Yesus yang berdoa di tempat-tempat yang sepi sebagai kesempatan untuk znenyerahkan-Nya kepada orang yang akan membayarnya. Setelah Yesus selesai berdoa, Yudas datang ke taman itu bersama orang banyak. Yesus ditangkap bagaikan seorang perampok atau penjahat. Penangkapan Yesus ini menjadi awal penderitaan yang dijalani­Nya. Lukas mencatat: “Dan orang-orang yang menahan Yesus, mengolok-olok Dia dan rnemukul-Nya” (Luk 22: 63).

2.      Yesus Diadili oleh Pengadilan Agama
Dari taman Getsemani, Yesus dibawa ke rumah imam besar. Yang menjabat imam besar pada waktu itu adalah Kayafas. Kayafas bersama mertuanya, Hanas, melakukan pemeriksaan terhadap Yesus. Di ternpat Imam besar, Yesus diolok­-olok dan dipukuli oleh orang-orang yang menahan-Nya. Imam besar banyak bertanya kepada Yesus tentang murid-murid-Nya dan ajaran-Nya. Yesus memberi­kan tanggapan-Nya. “Aku berbicara terus terang kepada dunia: Aku selalu meng­ajar di rumah-rumah ibadat dan di Bait Allah, tempat semua orang Yahudi ber­kumpul; Aku tidak pernah bicara sembunyi-sembunyi” (Yoh 18: 20).
Tanggapan Yesus ini tentu saja sangat menjengkelkan mereka yang mengikuti pemeriksaan itu. Mereka sebenarnya mau menjebak Yesus untuk menemukan kesalahan yang dapat menjadi alasan menghukum Dia. Mereka mau menjebak Yesus dengan soal Bait Allah.
Mereka selama ini tidak menyukai campur tangan Yesus, teristimewa dengan urusan Bait Allah. Yesus pernah membuat kegemparan dengan mengusir para pedagang dari Bait Allah. Bait Allah adalah pusat keagamaan bagi orang-orang Yahudi. Bagi para pemuka agama, Bait Allah menjadi pusat kekuasaan mereka dan menjadi sumber penghasilan mereka karena pajak yang mereka tarik dalam bentuk pajak keagamaan. Apabila Bait Allah hancur atau di bawah kekuasaan orang lain, mereka akan kehilangan kedudukan, jabatan, dan penghasilan. Oleh karena itu, dengan alasan mempertahankan sistem keagamaan secara nasional, mereka berusaha memprsalahkan Yesus atas tindakan-Nya terhadap Bait Allah. Namun, mereka tetap belum dapat menemukan alasan kuat untuk menghukum Yesus.
Kemudian, mereka menghadapkan Yesus ke Mahkamah Agama. Sidang Mahkamah Agama melanjutkan pemeriksaan awal yang telah dilakukan oleh imam besar. Mereka bertanya : “Jikalau Engkau adalah Mesias, katakanlah kepada kami” (Luk.22:67). Pertanyaan ini sebenarnya juga merupakan pertanyaan jebakan. Para pemuka agama Yahudi mau menyudutkan Yesus untuk menunjukkan secara jelas identitas-Nya. Mereka telah mengetahui bahwa pengakuan Yesus sebagai anak Allah akan menjadi alasan yang dapat diterima semua pihak untuk menghukum Dia.
Yesus dengan tegas menyatakan bahwa Dia adalah Anak Allah. Mendengar jawaban Yesus itu, maka dengan segera sidang Mahkamah Agama mengambil keputusan untuk menghukum mati Yesus, karena la telah menyatakan din sebagai Anak Allah. Yesus dianggap telah menghujat Allah. Setelah mendengar jawaban Yesus, mereka bersepakat membawa Yesus kepada Pilatus. Hal ini mereka lakukan karena mereka mengetahui hanya Pilatuslah yang dapat menentukan hukuman mati.

3.      Yesus Diadili oleh Pengadilan Negeri
Wakil pemerintah Roma yang berkuasa pada waktu itu adalah Pontius Pilatus. DI Palestina, Pontius Pilatus tinggal di Yerusalem dalam sebuah istana yang dahulu merupakan tempat kediaman resmi raja-raja Yahudi sewaktu Yehuda masih berdiri. Di depan gedung ini terdapat serambi yang luas. Di bawah langit terbuka, di sebuah pelantaran, Yesus diadili karena orang-orang Yahudi tidak mau masuk ke dalam gedung yang mereka anggap sudah dicemarkan itu. Tuntutan mereka harus dituruti Pontius Pilatus, Yesus harus dihukum mati. Pilatus menanyakan apa yang menjadi kesalahan Yesus, tetapi tidak ditemukannya. Lalu Pilatus menyatakan kepada imam-imam kepala, para pemimpin, dan rakyat bahwa ia tidak menemukan kesalahan apa pun pada diri Yesus (lih. Luk 23: 14-16).
Meskipun mengetahui bahwa Yesus tidak bersalah, Pontius Pilatus menjatuh­kan hukuman. Pilatus membuat kompromi yang tidak adil. Pilatus akan menyesah Yesus sebelum membebaskan-Nya. Tetapi, mereka yang hadir dalam pengadiian itu berteriak-teriak menginginkan kematian Yesus. Setelah disesah, Yesus diserah­kannya kepada mereka untuk diperlakukan semau-maunya (lih. Luk 23: 25). Setelah disesah, Yesus dimahkotai duri, diludahi, dicemoohkan, disuruh memang­gul salib menuju Bukit Tengkorak, dan disalibkan di sana bersama dua orang penjahat.

4.      Wafat Yesus
Santo Lukas mencatat dal am Injilnya bahwa ketika mereka sampai di tempat bernama Bukit Tengkorak mereka menyalibkan Yesus di situ bersama dengan dua orang penjahat, yang seorang di sebelah kanan-Nya dan yang lain di sebelah kiri­Nya. Yesus berkata: “Ya Bapa, ampunilah mereka; sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” Pemimpin-pemimpin mengejek Dia, katanya: “Orang lain la selamatkan, biarlah sekarang menyelamatkan diri-Nya sendiri, jika la adalah Mesias, orang yang dipilih Allah” (lih. Luk 23: 34-35).
Seorang dari penjahat yang digantung itu menghujat Dia, katanya: “Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkan diri-Mu dan kami!” Tetapi yang seorang menegur dia, katanya: “Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja” Kata Yesus kepadanya: “Aku berkata kepadamu sesungguhnya hari ini juga engkau ada bersama dengan Aku di dalam Firdaus” Selanjutnya, Santo Lukas menulis: Ketika itu hari sudah kira-kira jam dua belas, lalu kegelapan meliputi daerah itu sampai jam tiga, sebab matahari tidak bersinar. Dan tirai Bait Allah terbelah dua. Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: “Ya Bapa, ke dalam tangan­Mu Kuserahlcan nyawa-Ku.” Dan sesudah berkata demikian, la menyerahkan nyawa-Nya. Ketika kepala pasukan melihat apa yang terjadi, ia memuliakan Allah, katanya: “Sungguh, orang ini adalah orang benar!” Dan sesudah seluruh orang banyak, yang datang berkerumun di situ, melihat apa yang terjadi, pulanglah mereka sambil memukul-mukul diri. (Luk 23: 39-49).
Kematian Yesus menurut Lukas disertai dengan firasat alam yang sangat dahsyat. Firasat alam yang pertama yang dipaparkan oleh Lukas adalah kegelapan yang meliputi seluruh daerah itu pada tengah hari (lih. Luk 23: 44).
Kuasa kegelapan tampak seakan-akan memegang kekuasaannya atas seluruh dunia; semua cahaya dipusatkan pada salib. Kegelapan sering dihubungkan dengan rasa takut, kecemasan, dan adanya bahaya. Kegelapan Menjadi lambang ketidak­berdayaan. Peristiwa kegelapan yang terjadi saat kematian Yesus memiliki arti yang khusus, yakni sebagai wujud keterlibatan Allah atas kematian Yesus. Melalui kegelapan yang diciptakan-Nya, Allah mau menyatakan terang kehidupan baru yang akan muncul. Dari kegelapan lahirlah Mesias yang membuka sejrah keselamatan baru bagi semua bangsa di dunia.
Tanda kedua yang menyertai wafat Yesus adalah terbelahnya tirai Bait Allah menjadi dua (lih. Luk 23:45). Terbelahnya tirai Bait Allah membawa perubahan radikal. Tirai Bait Allah dimaksudkan untuk memisahkan ruang yang dikhususkan untuk para imam dan orang-orang yang percaya. Orang-orang yang dianggap tidak pantas seperti orang-orang kafir, wanita, anak-anak hanya boleh berada di halaman luar Bait Allah. Mereka tidak boleh melihat dan masuk dalam ruang kudus di Bait Allah.
Saat kematian Yesus, tirai Bait Allah terbelah dua, dari atas ke bawah. Kematian Yesus membawa kedekatan dengan manusia. Allah terbuka bagi semua bangsa. Allah adalah Allah beserta kita. Allah kita tidak tinggal di tempat terasing, dalam ruangan Bait Allah, melainkan berada di antara kita. Di puncak Golgota, di kayu salib, penyertaan Allah semakin nyata, yakni penyertaan untuk merangkum penderitaan manusia.

C.    Makna Sengsara dan Wafat Yesus
1.      Wafat Yesus adalah Konsekuensi dari Pewartaan-Nya tentang Kerajaan Allah
Wafat Yesus tidak dapat dilepaskan dari seluruh perjalanan karya dan hidup­Nya. Yesus sudah mengetahui risiko penderitaan dan kesengsaraan yang.akan ditanggung-Nya. Bahkan, Yesus sudah member-itahukan kepada para murid-Nya bagaimana Ia menderita, wafat, dan disalibkan. Tugas perutusan Yesus untuk mewartakan Kerajaan Allah yang dilaksanakan melalui sabda dan tindakan­-tindakan-Nya akan membawa diri-Nya pada penderitaan.
Pewartaan Yesus dalam sabda dan tindakan-Nya sangatlah radikal. Para penguasa, tua-tua bangsa Yahudi, imam-imam kepala, dan ahli-ahli Taurat sangat tersinggung dengan segala sepak terjang Yesus. Yesus menyadari bahwa kesaksian yang paling kuat dan paling final tentang kesungguhan-Nya mewartakan Kerajaan Allah ialah kesiapan-Nya untuk mati demi pewartaan-Nya itu. Andaikata Yesus lari dari risiko atas pewartaan-Nya, tentu seluruh pewartaan-Nya tentang Kerajaan Allah tidak akan dipercayai lagi. Maka, Yesus harus menghadapi risiko pewartaan­Nya dengari tegar hati. Yesus yakin bahwa dengan sikap-Nya yang konsekuen dan berani menghadapi maut akan memberanikan semua murid dan pengikut-­pengikut-Nya untuk di kemudian hari mewartakan dan member-ikan kesaksian tentang Kerajaan Allah, walaupun harus mempertaruhkan nyawa-Nya

2.      Wafat Yesus sebagai Tanda Ketaatan dan Kesetiaan-Nya pada Bapa
Yesus menerima semua yang terjadi atas diri-Nya dengan rela, karena itulah yang dikehendaki oleh Allah dalam rencana penyelamatan-Nya. Yesus memandang kematian-Nya bukan sebagai nasib, melainkan sebagai kurban yang mengukuhkan Perjanjian Baru antara Allah dan umat manusia seluruhnya. Para murid Yesus diberi teladan untuk mempertaruhkan nyawa sebagai wujud kesetiaan terhadap Kerajaan Allah.
Tugas untuk mewartakan Keraj aan Allah menuntut kesetiaan dengan taruhan nyawa. Oleh karena itu, peristiwa salib yang membawa kematian Yesus bukanlah kegagalan. Peristiwa salib justru merupakan tahap yang menentukan dalam karya penyelamatan Allah. Wafat Yesus menjadi peristiwa penyelamatan yang memba­harui hidup manusia, karena setelah wafat-Nya, Allah tidak meninggalkan Dia. Yesus dibangkitkan dari kematian. Wafat Yesus rnemperlihatkan cinta kasih Allah kepada manusia.
Yesus menyadari bahwa kematian adalah bagian dari rencana Bapa-Nya. Sabda yang dinyatakan-Nya, “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya” (Yoh 4: 34). Yesus setia kepada kehendak Bapa-Nya, Ia taat sampai mati. Yesus mengganti ketaatan-Nya untuk ketidaktaatan kita. “Jadi, sama seperti ketidaktaatan satu orang, semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang, semua orang menjadi orang yang benar” (Rm 5: 19).
Dengan ketaatan-Nya sampai matt, Yesus menyelesaikan tugas-Nya sebagai hamba yang menderita; seperti yang dikatakan dalam Yes 53: 10-12.

3.      Wafat Yesus adalah Tanda Solidaritas-Nya dengan Manusia
Wafat Yesus “untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan” (1 Kor 1: 23). Tetapi menurut Paulus, bagi arang-arang yang percaya akan Allah, peristi-wa Yesus disalibkan mempunyai arti baru. Untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi maupun orang yang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmah Allah. Sebab, yang bodoh dari Allah lebih besar hikmahnya daripada manusia (1 Kor 1: 24-25). Dalam diri Yesus yang wafat disalibkan itu Allah berkarya.
Dalam peristiwa salib, kita dapat mengenal penyertaan Allah dalam hidup manusia. Allah yang berbelas kasih tidak pernah meninggalkan manusia. Sekalipun manusia mengalami kesengsaraan dan penderitaan, Allah tetap menjadi Allah beserta kita (Emmanuel). Kesengsaraan dan wafat Yesus menjadi tanda agung kehadiran Kerajaan Allah karena memberi kesaksian tentang Allah yang sebenarnya, yakni Allah yang Mahakasih.
Allah dalam diri Yesus telah solider dengan manusia. Ia telah senasib dengan manusia sampai kepada kematian, bahkan kematian yang paling hina. Tidak ada wujud solidaritas yang lebih final dan lebih hebat daripada kematian Yesus. Yesus rela mati disalib di antara dua penjahat. Ia telah menjadi manusia, sama dengan kaum tersisih dan terbuang.

4.      Penampakan-Penampakan Yesus
Tanda lain akan kebangkitan Yesus adalah penampakan. Orang-orang pertama yang bertemu dengan Yesus yang telah bangkit adalah Maria dari Magdala dan wanita-wanita saleh yang datang ke makam untuk meminyaki jenazah Yesus (lih. Mrk 16: 1) yang dengan tergesa-gesa dimakamkan pada hari Jumat, karena hari Sabat sudah tiba. Dengan demikian, para wanita itu merupakan orang-orang pertama yang membawa berita tentang kebangkitan Yesus. Sesudah itu, Yesus menampakkan diri kepada para rasul, lebih dahulu kepada Petrus, kemudian kepada kedua belas murid-Nya.
1.      Tiga unsur pokok dalam penampakan Yesus
Ada tiga unsur pokok yang nyata di dalam penampakan-penampakan Yesus sebagaimana disampaikan kepada kita melalui Injil, yakni sebagai berikut:
a.      Unsur Prakarsa
Inisiatif datang dari Yesus. Yesus sendiri yang memprakarsai penampakan. Yesus “menampakkan diri” atau “memperlihatkan diri”. Istilah ini menunjukkan dua hal:
·         Pertama, sesuatu yang biasanya tidak kelihatan, kini kelihatan. Setelah bang­kit, Yesus tidak termasuk lagi pada dunia yang kelihatan. Agar dapat dilihat oleh murid-murid-Nya, Yesus harus menjadikan diri-Nya kelihatan.
·         Kedua, penglihatan para murid yang “melihat Tuhan” setelah kebangkitan­Nya bukanlah penglihatan biasa.
b.      Unsur Pengakuan
Yesus dikenal dan diakui sebagai Kristus dan Tuhan. Dia yang menampak­kan diri-Nya tidak lain dan tidak bukan adalah Yesus dari Nazareth yang wafat di kayu salib. Dia kini hidup dalam kemuliaan. Pengakuan ini diungkapkan, “Yesus bangkit dari antara orang mati pada hari ketiga” (Luk 24: 46).
c.       Unsur Kesaksian
Para rasul menerima tugas dari Tuhan untuk memaklumkan ke-Tuhanan­Nya. Salah satu hal yang mencolok dalam cerita tentang penampakan ialah para murid mula-muia tidak mengenal Yesus. Mereka rnembutuhkan waktu untuk mengenal Yesus kembali. Unsur yang cukup mencolok ini mernpunyai dua arti, yakni:
·         Pertama, membuktikan bahwa penglihatan mengenai Yesus yang bangkit tidaklah diciptakan oleh daya khayal para murid sendiri, tetapi mendatangi mereka dari luar.
·         Kedua, menunjukkan betapa Yesus diperbaharui oleh kebangkitan-Nya. Ia tidak lagi persis sama seperti sebelum wafat dan bangkit.

2.      Makna Penampakan Yesus
Apabila Yesus selama 40 hari masih menampakkan diri, maka hal ini tidak berarti bahwa la selama beberapa pekan masih meneruskan hidup-Nya yang lama. Sebab, “hidup yang lama” sudah berakhir dan diubah menjadi “hidup yang serba baru”. Arti penampakan selama 40 hari itu ialah:
·         Pertama, Yesus memperkenalkan para murid dan seluruh Gereja-Nya dengan suatu cara kehadiran yang baru. Untuk tujuan itu, penampakan selama 40 hari merupakan masa peralihan.
·         Kedua, dengan menampakkan diri kepada para murid, Yesus menunjukkan bahwa Ia selalu hadir, juga kalau mereka tidak melihat-Nya. Yesus yang telah bangkit itu merupakan “alam ciptaan baru” di tengah-tengah kita. Penampakan-Nya menunjukkan kehadiran-Nya yang permanen. Beberapa contoh bentuk-bentuk kehadiran Yesus yang permanen disajikan oleh cerita Paskah. Sejak bangkit dari alam maut, Yesus hadir di tengah-tengah kita.
·         Melalui sabda-Nya, misalnya dalam cerita tentang dua murid dalam perjalanan ke Emaus (lih. Luk24:13-35). Waktu mereka berjalan bersama Yesus, hati mereka belum tersentuh oleh rupa Yesus. Tetapi, hati mereka berkobar-kobar ketika Ia mulai berbicara dan menerangkan Kitab Suci kepada mereka (lih.Luk24:32). Dalam sabda, mereka berjumpa dengan Yesus.

3.      Wafat Yesus Menyelamatkan Manusia
Wafat Yesus yang mengerikan bukanlah kebetulan, tetapi merupakan bagian dari misted penyelamatan Allah. Kitab Suci sudah menubuatkan rencana penye­lamatan Ilahi melalui kematian. “Hamba-Ku yang Benar” sebagai misteri pene­busan yang universal. Santo Paulus dalam pengakuan iman menyatakan: “Kristus telah mati karena dosa-dosa kita sesuai dengan Kitab Suci” (1Kor 15: 3).
Yesus mati untuk kepentingan kita. Hal ini ditegaskan melalui surat pertama Santo Petrus yang menyatakan: Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengari barang yang fana, bukan pula dengan perak dan emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat (1Ptr 1: 18-19). Santo Paulus berkata: “Dialah yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah” (2Kor 5: 21).
Penyerahan diri Yesus kepadaAllah telah mempersatukan kita kembali dengan Allah. Rekonsiliasi antara kita dan Allah telah terj adi berkat kematian Yesus disalib.

Tidak ada komentar:

Belajar Menulis "Menunggu..."

Pelatihan Belajar Menulis Menulis di Kompasiana   Tak terasa sudah beranjak malam, ketika saya keluar dari ruang perawatan di salah sa...