Senin, 24 September 2012

Gereja Persekutuan yang Terbuka

Paham Gereja sebagai umat Allah, membuahkan bagaimana Gereja kita sekarang ini dikembangkan dan bersikap. Khususnya menyangkut bagaimana pola kepemimpinan Gereja. Pada bagian ini kita akan melihat dan mengenal model-model yang dikembangkan dalam kepemimpinan Gereja kita, dan bagaimana persatuan itu dibangun dari anggota dan para pemimpinnya dalam keterbukaan dan partisipasi sebagai umat beriman untuk berkarya bagi dunia. 1. Perubahan Cara Pandang tentang Model Gereja Sebelum Konsili Vatikan II, Gereja kita dipahami dengan begitu piramidal, bahwa yang sedikit berada di atas dan menguasai yang bawah. Walau sedikit tetapi menguasai. Dalam pola pikir yang demikian, hierarki inilah yang berkuasa menentukan segala sesuatu bagi seluruh Gereja, sedangkan kaum awam atau umat pada umumnya tinggal mengikuti. Seringkali, model ini lebih cenderung “pastor sentris”. Hierarki atau pastor menjadi pusat semua gerak Gereja. Gereja model piramidal ini sering disebut sebagai Gereja Institusional. Model Gereja ini menonjol atau dikenal karena tertata rapi, dan para hierarki hampir identik atau disamakan dengan Gereja itu sendiri. Mereka yang tertabhis memegang kepemimpinan dan mengendalikan Gereja dengan cakupan wewenang yang luas. Biasanya karena lebih mementingkan aturan. Gereja menjadi statis dan sarat aturan. Gereja sering meresa sebagai satu-satunya penjamin kebenaran dan keselamatan (Extra Eclesiam Nulla Salus), bahkan bersikap triumfalistik. (memegahkan diri). Pada Konsili Vatikan II, pandangan Gereja yang lebih piramidal ini akhirnya diperbaiki. Ada keterbukaan dan pembaruan cara pandang. Gereja dipahami bukan lagi sebagai Gereja Piramidal yang lebih “hierarki sentris”, tetapi diubah menjadi “Kristosentris”. Artinya, Kristuslah pusat hidup Gereja. Kaum hierarki dan awam serta biarawan/biarawati mengambil bagian dalam tugas Kristus dengan cara yang berbeda-beda sesuai dengan potebsi dan kemampuannya. Hal inilah yang akhirnya membawa Gereja dipandang sebagai persekutuan umat atau umat Allah. Dengan persekutuan umat sebenarnya mau mengungkapkan persaudaraan yang dilandasi oleh kasi. Setiap anggota Gereja melibatkan diri dalam tugas masing-masing untuk membangun Gereja. Tida ada yang merasa lebih hebat atau merasa paling memiliki wewenang, tetapi seluruh umat terjun membangun persekutuan hidup. Tidak hanya sekedar aturan dan hukum dalam hidup menggereja, tetapi yang lebih penting adalah tumbuh dan berperannya hati nurani dan tanggung jawab atas perkembangan Gereja. Gereja bersikap terbuka dan rela berdialog untuk semua orang. Gereja menyakini bahwa di luar Gereja terdapat keselamatan. 2. Gereja sebagai Persekutuan Umat yang Terbuka Gereja adalah persekutuan Umat Allah. Dalam persekutuan umat itu, semua nggota mempunyai martabat yang sama, memiliki fungsi yang berbeda-beda, dan semakin terbuka terlibat mewarnai dunia. Gereja hadir dan berada untuk dunia. Kegembiraan dan harapan, dukan dan kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan murid-murid Kristus. Sebab persekutuan murid-murid Kristus terdiri atas orang-orang yang dipersatukan di dalam Kristus, dibimbing oleh Roh Kudus dalam peziarahan menuju Allah Bapa. Semua murid Kristus telah menerima warta keselamatan untuk disampaikan kepada semua orang (bdk. Gaudiumet Spes art. 1). Panggilan Gereja yang utama ialah menjadi utusan Krustus untuk menampakkan dan menyalurkan cinta kasih Allah kepada semua orang dan segala bangsa. Tugas perutusan ini adalah tugas seluruh umat Allah (LG art 17), masing-masing seturut kemampuannya. Baik kaum hierarki maupun kaum awam serta biarawan-biarawati mendapat tugas perutusan yang sama. Konsili menegaskan dengan jelas kewajiban ini, yaitu untuk umat Allah yang hidup dalam jemaat-jemaat, terutama dalam keuskupan-keuskupan dan paroki-paroki, jemaat-jemaat wajib memberi kesaksian akan Kristus di hadapan segala bangsa. Persekutuan umat Allah harus menampakkan karya keselamatan Allah di dunia ini. Secara singkat dapat dikatakan bahwa Gereja menjadi tanda dan sarana (sakramen) keselamatan bagi dunia. Setiap anggota Gereja dengan caranya sendiri terlibat dan menggeluti persoalan-persoalan dunia untuk membangun dan menyejahterakan umat manusia, setiap anggota Gereja mendapat tugas berdasarkan potensi dan kemampuannya bagi terciptanya tata dunia yang lebih baik. Dengan demikian anggota Gereja sungguh menyadari bahwa bukan hanya dirinya satu-satunya yang terlibat di dalam masyarakat dengan segala persoalan yang ada. Gereja pada zaman sekarang harus menjadi persekutuan yang terbuka. Dan perlu disadari pentingnya ketebukaan, bukan hanya keterbukaan dengan sesama dalam iman dan keyakinan melaikan keterbukaan terhadap agama yang lain, artinya kita membuka berbagai kemungkinan dialog dan kerjasama yang baik dengan segala pihak yang berjuang bersama. Dalam dialog iman dan kerjasama lintas agama, dapat menumbuhkembangkan realitas sosial sebagai milik bersama. Dialog kehidupan dan karya yang dikembangkan dapat menjadi tempat kerja sama dalam menyikapi persoalan-persoalan kemanusiaan dan sosial kemasyarakatan demi memajukan kita semua sebagai manusia ke taraf yang lebih manusiawi dan luhur. Dalam Kisah Para Rasul 4:32-37, Santo Paulus memberikan gambaran ideal tentang suasana dan cara sebuah persekutuan umat perdana. Cara hidup umat perdana memberikan kita buah kesadaran bahwa kebersamaan dalam persekutuan itu penting. Hal-hal yang dapat terlihat, misalnya, segala sesuatu adalah milik bersama, hidup dalam persaudaraan kasih, saling memberi dan menerima sesuai kebutuhan, terbuka untuk semua orang, semangat dan keteladanan inilah yang dapat kita contoh, yaitu kepekaan terhadap situasi sosial-ekonomi sesama saudara dalam persekutuan umat. Kebersamaan kita dalam hidup menggereja tidak hanya terbatas pada hal-hal rohani, tetapi juga harus menyentuh kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Persekutuan umat Allah harus terbuka dan menyentuh relung jiwa setiap anggotanya. Gereja hadir di dunia bukan untuk dirinya sendiri, melainkan bagi dunia itu sendiri. Dalam persekutuan mereka mengalami dirinya sungguh erat berhubungan dengan umat manusia serta sejarannya (bdk: gaudium et spes, art 1) karena, persekutuan mereka terdiri atas orang-orang yang dipersatukan dalam Kristus, dibimbing oleh Roh Kudus dalam perziarahan mereka menuju Kerajaan Bapa, dan telah menerima warta keselamatan untuk disampaikan kepada semua orang. Cara-cara yang ditempuh Gereja untuk menunjukkan keterbukaannya: pertama, Berdialog dengan agama lain. Gereja sesudah Konsili Vatikan II sungguh menyadari bahwa di luar agama Katolik terdapat pula benih-benih kebenaran dan keselamatan. Untuk itu dibutuhkan dialog untuk saling mengenal, menghargai dan memperkaya. Kedua, Kerja sama atau dialog. Gereja hendaknya membangun kerjasama yang lebih intensif dan mendalam dengan para pengikut agama-agama lain. Sasaran yang hendak diraih adalah pembangunan manusia dan peningkatan martabat manusia. Berprestasi secara aktif dan bekerja sama dengan siapa saja dalam membangun masyaarkat yang adil, damai dan sejahtera. Lebih rinci untuk dapat menghayati konsekuensi Gereja sebagai umat Allah dan pesekutuan yang terbuka, kita juga perlu melihat lebih detil atas konsekuensi yang harus dihadiapi dari setiap anggota umat Allah. a. Hierarki Gereja. Adalah orang yag ditabhiskan untuk tugas kegembalaan. 2 tugas hierarki adalah; pertama, menjalankan tugas kepemimpinan dalam komunikasi iman. Hierarki mempersatukan umat beriman, tidak hanya petunjuk, nasehat dan teladan tetapi juga dengan kewibawaan dan kekuasaan kudus. Kedua, Hirarki menjalankan tugas-tugas gerejani, seperti merayakan sakramen, mewartakan sabda, serta memberi ruang dan tempat bagi umat untuk berperan aktif dalam ikut membangun Gereja dengan kharisma dan karunia yang mereka miliki. Gereja yang satu, kudus, Katolik dan apostolik di dunia ini disusun dan diatur sebagai serikat, lebih khusus lagi sebagai suatu “serikat yang dilengkapi dengan jabatan hierarkis” (Lumen Gentium 8). Menurut ajaran resmi Gereja, struktur hierarkis termasuk hakikat kehidupannya juga. Maka Konsili mengajarkan bahwa “atas penetapan Ilahi, para Uskup menggantikan para Rasul sebagai gembala Gereja” (Lumen Gentium 20). “Konsili suci ini mengajarkan dan menyatakan, bahwa Yesus Kristus, Gembala Kekal, telah mendirikan Gereja kudus, dengan mengutus para Rasul seperti Ia sendiri diutus oleh Bapa (lih. Yoh 20:21). Para pengganti mereka, yakni para Uskup, dikehendaki-Nya menjadi gembala dalam Gereja-Nya hingga akhir zaman” (Lumen Gentium 18). b. Biarawan-biarawati Adalah anggota umat yang mengucapkan kaul kemiskinan, ketaatan dan keperawanan selalu bersatu dengan kristus dan menerima pola nasib hidup Yesus secara radikal. Para biarawan-biarawati menjadi tanda nyata hidup dalam Kerejaan Allah c. Kaum Awam Kaum Awam; adalah: semua orang beriman sebagai warga gereja yang tidak ditahbiskan Jadi awam meliputi biarawan, biarawati seperti suster, bruder (definisi teologis) . Kaum awam adalah semua warga Gereja yang tidak ditahbiskan dan juga bukan biarawan- biarawati (definisi tipologis) yang dengan rahmat pembaptisannya mereka menjadi anggota gereja dan dengan caranya sendiri mengambil bagian dalam tugas kristus sebagi imam, nabi dan raja. Kaum awam berperan dalam dalam dua tugas kesarusal, baik kerasulan dalam membangun jemaat serta kerasulan dalam tata dunia. Gereja tidak hadir di dunia untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk dunia yang menjadi peranan kaum awam. Berdasarkan panggilan khasnya, awam bertugas mencari Kerajaan Allah dengan mengusahakan hal-hal duniawi dan mengaturnya sesuai dengan kehendak Allah. Mereka hidup di dunia, yakni dalam semua dan setiap jabatan serta kegiatan dunia. Mereka dipanggil untuk menjalankan tugasnya dan dibimbing oleh semangat injil, mereka dapat menguduskan dunia laksana ragi. Medan tugas mereka adalah tata dunia, hidup berkeluarga dan bermasyarakat serta hidup dalam segala bidang keduniawian ipoleksosbuhankamnas. Struktur Kepemimpinan Hirerki Gereja : Dewan para Uskup, dengan Paus sebagai kepalanya pada akhir masa Gereja perdana, sudah diterima bahwa para uskup adalah pengganti para rasul. tetapi tidak berarti bahwa hanya ada dua belas uskup. Tugas dewan para uskup adalah menggantikan dewan para rasul, yang menjadi pimpinan Gereja adalah dewan para Uskup. Sebagai ketua dewan rasul adalah Petrus. Paus, Adapun dewan para uskup adalah dia yang bersatu dengan imam Agung di Roma pengganti Petrus. Sebagai tugas imam agung di Roma adalah sebagai wakil Kristus dan gembala Gereja semesta, mempunyai kuasa penuh, tertinggi dan universal terhadap Gereja. Uskup, Tugas pokok uskup adalah mempersatukan dan mempertemukan umat. Tugas tersebut dibagi dalam tiga tugas, yaitu : pewartaan, perayaan dan pelayanan. Sedangkan pembantu Uskup adalah Para imam adalah wakil uskup. Tugas konkrit imam sama seperti uskup, untuk mewartakan Injil dan menggembalakan umat beriman. Para Diakon : adalah pembantu khusus uskup di bidang materi. Mereka yang ditumpangi tangan bukan untuk imamat, melainkan untuk pelayanan Kardinal adalah penasihat utama Paus, membantu paus terutama dalam reksa harian seluruh Gereja. Kepemimpinan Gereja bercorak 1). Kepemimpinan dalam gereja merupakan suatu panggilan khusus. 2). Kepemimpinan dalam gereja bersifat mengabdi dan melayani dalam arti semurni-murninya. 3). Kepemimpinan hierarki berasal dari Tuhan, maka tidak dapat dihapus oleh manusia. Dalam Konsili Vatikan II, ada 3 hal penting dan menjadi dasar persekutuan umat Allah yang terbuka, “fraternitas” (persaudaraan), solidaritas (kesetiakawanan) dan komunikasi (persekutuan). Dasar persekutuan tersebut adalah iman. Gereja sebagai persekutuan dalam iman, harapan dan kasih (Lumen Gentium art 8). Gereja juga disebut sebagai persekutuan orang-orang yang sudah dikuduskan oleh Kristus dengan misteri salib-Nya, sehingga umat Allah mewujudkan sebuah komunitas keselamatan bagi dunia.

Minggu, 23 September 2012

Gereja Umat Allah

Berdasarkan pengalaman dan pembicaraan sehari-hari kita mendapati ada dua gambaran dan pemahaman mengenai Gereja, yaitu gereja sebagai tempat untuk beribadah (berupa gedung/bangunan) dan Gereja sebagai suatu persekutuan umat (kumpulan umat beriman). Hal tersebut tidak hanya dalam arti fisik, melainkan dalam arti yang lebih rohani. Meskipun terdapat dua pengertian mengenai Gereja, dalam banyak pembicaraan dan tulisan sebenarnya arti Gereja yang kedualah yang lebih sering dimaksudkan. Mengapa demikian? Tentu ada alasannya mengapa istilah Gereja lebih sering dimaksudkan sebagai persekutuan umat daripada sebagai tempat. Untuk itu, kita akan diajak memahami apa arti dan makna Gereja itu, asal usulnya, ciri dan dasarnya, serta berbagai konsekuensi yang dikembangkan. 1. Arti dan Makna Gereja Sebagai Umat Allah. Jika mendengar kata “Gereja”, yang terbayang dalam pikiran kita tentulah sebuah gedung atau kumpulan orang, yang secara spontan, Gereja dihubungkan dengan gedung tempat orang Kristiani beribadat, tempat untuk merayakan ekaristi dan melangsungkan doa-doa. Jika ditulis dengan huruf kecil “gereja’ berarti bangunan tempat beribadat, sedangkan jika ditulis dengan huruf besar, “Gereja”, dimaksudkan lebih kepada kumpulan orang. Namun demikian gambaran tersebut belum mengungkapkan hakikat Gereja yang sebenarnya. Kata Gereja dalam bahasa Indonesia merupakan terjemahan kata igreja dalam bahasa Portugis. Kata igreja dalam bahasa Portugis pun merupakan terjemahan kata ecclesia dalam bahasa Latin. Dan kata ecclesia itu sendiri juga merupakan terjemahan kata Yunani ekklesia. Dalam bahasa Yunani kata ekklesia bisa berarti rapat, sidang, perkumpulan atau berkumpul. Dengan kata lain, kata ekklesia sebagai asal mula kata Gereja berhubungan dengan orang-orang yang berkumpul. Tetapi dalam konteks agama Kristen, orang-orang yang berkumpul itu memiliki kekhasan karena mereka dipersatukan oleh iman yang sama, yaitu iman kepada Yesus Kristus. Itulah sebabnya mengapa kata Gereja lebih sering dipahami sebagai persekutuan umat daripada sebagai tempat, meskipun dalam perkembangan selanjutnya gereja juga diartikan sebagai tempat bersekutunya orang-orang yang beriman kepada Yesus Kristus itu. Maka, kata ekklesia atau Gereja dipakai sebagai kata yang berarti “jemaat atau umat yang dipanggul secara khusus”. Gereja adalah umat yang dipanggil Tuhan. Pengertian Gereja sebagai “Umat Allah bukan semata-mata fisik, melainkan yang rohani. Kita perlu tahu bahwa Gereja adalah umat Allah. Gereja adalah umat terpilih dari Allah. Sebutan umat Allah menekankan pada dua hal penting, pertama, bahwa Gereja bukanlah pertama-tama organisasi manusiawi, melaikan perwujudan karya Allah yang konkret. Tekanan ada pada pilihan dan kasih Allah. Kedua, Gereja itu bukan hanya awam dan hierarki saja, melainkan seluruhnya sebagai umat Allah. 2. Ciri-ciri Gereja Sebagai Umat Allah. Untuk dapat menemukan ciri-ciri Gereja sebagai umat Allah, kita dapat menemukan dan melihat pengertian Gereja, kemudian menjabarkan unsur-unsur yang membentuk Gereha. Dikatakan sebagai umat Allah, karena inisiatif pertama datang dari Allah sendiri, Allah memilih umat-Nya menjadi bangsa pilihan-Nya, Umat Allah dipilih oleh Allah sendiri, melalui iman akan Yesus Kristus. Dengan demikian ciri umat Allah yang pertama adalah bahwa panggilan itu berasal dari Allah. Tujuan Allah memanggil umat-Nya adalah untuk menyelamatkan dunia, dengan memilih manusia mau menunjukkan kepada manusia hubungan atau komunikasi antara Allah dan manusia. Hubungan itu telah diperjelas dalam diri Kristus. Demikian juga Gereja memperjelas hubunngan atau komunikasi Allah dan manusia dalam Lumen Gentium art 1. ”Gereja itu di dalam Kristus bagaiman sakramen, yaitu tanda dan sarana persatuan mesra dengan Allah dan kesatuan seluruh manusia”. Sebagai tanda dan sarana, Gereja harus dapat dinikmati oleh indra manusia. Lewat tanda dan sarana tersebut, sebenarnya mau diungkapkan sesuatu yang mendalam. Bila Gereja sebagai tanda dan sarana, yaitu sebagai sakramen, berarti keberadaan Gereja mengungkapkan kesatuan mesra antara manusia dengan Allah. kesatuan itu menjadi ciri kedua yang membuat Gereja disebut sebagai Umau Allah. kesatuan yang membawa karya keselamatan bagi seluruh manusia. Pada intinya Gereja bukan hanya untuk dirinya sendiri, melainkan agar karya keselamatan menjangkau semua orang diseluruh dunia dalam hubungannya dengan Allah atau sesama manusia. Dalam perjalanan sejarah, hubunngan mesra Allah dengan manusia dimateraikan atau diresmikan dalam suatu perjanjian yaitu perjanjian cinta kasih (ciri ketiga). Cinta kasih menjadi dasar perjanjian manusia dengan Allah. Sebagaimana digambarkan bagaimana bangsa Israel melakukan perjalanan menuju tanah terjanji. Demikianlah juga Gereja sebagai umat Allah berciri selalu dalam perjalanan menuzi perziarahan ketanah terjanji, yaitu rumah Bapa. (ciri keempat) Dengan demikian, ciri Gereja sebagai umat Allah terlihat dari panggilan dan inisiatif Allah, persekutuan, hubungan mesra antara manusia dengan Allah, karya keselamatan dan perziarahan yag tak kunjung habis menuju rumah Bapa. 3. Dasar dan Konsekuensi Gereja sebagai Umat Allah. Jika Gereja sebagai Umat Allah, maka ada dasar dan konsekuensi yang terus dikembangkan. Sebagai umat Allah, tidak lagi terbedakan mereka yang tertabhis dan non tertabhis, biarawan/biarawati. Kesatuan tidak lagi didasarkan pada struktural organisatoris melainkan pada Roh Allah sendiri yang telah menjadikan Umat-Nya sebagai bangsa terpilih. Dengan demikian kita diajak untuk menyadari bahwa sebagai warga umat Allah, kita masing-masing secara pribadi dipanggil untuk melibatkan diri secara penuh dalam kehidupan menggereja. Hal ini yang menjadi dasar dan konsekuensi penting, jika Gereja sebagai umat Allah. Pertama, hidup menjemaat pada dasarya merupakan, hakikat Gereja itu sendiri, sebab hakikat Gereja adalah persaudaraan dan cinta kasih seperti yang dicerminkan oleh hidup jemaat perdana (Kis 2:41-47). Kedua, perlu disadari bahwa hidup menggereja atau menjemaat, ada banyak karisma atau karunia yang tumbuh dan berkembang dikalangan umat yang dapat dilihat adn diterima dan digunakan sedemikian rupa demi kekayaan seluruh anggota Gereja. Lih. 1Kor 12:7-10). Ketiga, dalam hidup menjemaat, kita semua memiliki martabat dan tanggunngjawab yang sama dan secar aktif terlibat sesuai dengan fungsi masing-masing. Hal ini diperlukan agar kita bisa membangun hidup menjemaat kita dan memberi lebih banyak kesaksian kepada masyarakat di sekitar kita. (lih. 1Kor 12:12-18). Pada intinya, kita masing-masing dipanggil untuk melibatkan diri secara penuh dalam kehidupan umat Allah. melibatkan diri berarti terlibat dalam hidup “menjemaat”. Artinya kita bersama-sama terlibat dalam satu persekutuan yang dihidupi oleh kasih, bukan karena kuasa dan wewenang. Kasih menjadi dasar dan sarana yang menyatukan kehidupan menjemaat. Aktivitas dan tindakan kita harus selalu diperkaya oleh rupa-rupa roh dan karunia/karisma. Ropa-rupa roh dan karunia saling melengkapi sehingga menjadi kebanggaan bersama dan bisa menjadi milik bersama. Setiap dari kita dipanggil untuk menghayati martabat yang sama, yaitu sebagai umat yang dipilih oleh Allah. kita diajak untuk setia terhadap funngsi kita masing-masing tanpa harus merasa lebih dari yang lain. Masing-masing dari kita harus membangun Gereja umat Allah dan memberi kesaksian kepada masyarakat luas. Gereja yang bersaksi adalah gereja yang telah disatukan oleh Roh Allah. Gereja sebagai Umat Allah menjadikan Gereja kita terbuka, saling bekerja sama di antara anggotanya, saling menghargai keberadaan, saling melengkapi atau berbagai potensi yang ada. Hal ini yang menjadi konsekuensi, bagaimana Gereja mengelola keterlibatan anggota-anggotanya serta peran sertanya. Oleh karena itu masing-masing dari kita baik yang tertabhis maupun yang tidak tertabhis perlu menyadari dan menghayati panggilan hidupnya sesuai dengan karunia dan karisma yang diterima akan pentingnya nilai persatuan dan kesatuan serta kerja sama dengan seluruh anggota umat Allah. Keterlibatan dan kerjasama semua anggota umat Allah dapat menjadi daya dorong yang penting untuk tumbuh dan berkembang membawa Gereja sebagai sakramen keselamatan.

Minggu, 03 Juni 2012

Kebangkitan Yesus

KEBANGKITAN DAN KENAIKAN YESUS KE SURGA Kebangkitan Yesus pada pokoknya berarti bahwa Yesus yang di dunia ini benar-benar mati, dan dari keadaan mati itu beralih masuk ke dalam keadaan lain sama sekali. Ia kini hidup dengan cara yang lain sekaligus tetap berpengaruh dan aktif menyelamatkan manusia. Maka untuk masuk ke dalam kebangkitan abadi ini, Yesus harus melewati kematianNya. Hal ini ditandainya dengan makam yang kosong. Berbicara tentang makam kosong, tidak membuktikan kebangkitan Yesus. Menurut Markus 16:8, makam yang kosong tidak menimbulkan kepercayaan wanita-wanita yang menemukannya. Sebaliknya mereka ketakutan dan melarikan diri. Makam kosong mempunyai arti Ambivalen. Makam kosong sama sekali tidak berkata apa-apa tentang bagaimana dan karena apa menjadi kosong. Jadi kita harus berkesimpulan bahwa makam kosong bukanlah menjadi bukti pokok kebangkitan Yesus, melainkan sebuah perandaian. Makam kosong berarti jangan mencari Dia (Kristus yang hidup, diantara orang mati (lih Luk 24 : 5). Makam itu terbuka artinya duka cita dan kegelapan maut sudah diganti oleh suka cita dan terang kebangkitan. Bagi orang yang percaya makam kosong merupakan tanda yang membutuhkan keterangan lebih lanjut supaya bermakna.apa yang diwartakan oleh makam kosong adalah kebangkitan Kristus sebagai misteri penyelamatan, juga berarti bahwa jenazah Yesus tidak diambil atau di curi oleh manusia dan bahwa Yesus tidak kembali lagi kepada suatu kehidupan duniawi seperti Lazarus, tetapi kehidupan yang mulia. Bukti Kebangkitan Yesus Kisah sengsara dan wafat Yesus hanya memiliki arti bagi keselamatan kita. Karena dilihat dalam terang kebangkitan. Kebangkitan Kristus merupakan inti iman kita. St. Paulus menegaskan, “Andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu “(1Kor 15:14:15). Dalam Kitab Suci, khususnya Injil, kebangkitan Yesus diwartakan melalui dua cara, yang pertama melalui kisah “kubur kosong” dan kedua melalui “penampakan-penampakan”. I. Kubur Kosong Kalau anda ke Israel dan melihat tempat dimana dahulu Yesus dikuburkan ada tertulis; “Jangan cari orang hidup di tengah-tengah orang mati, Ia sudah bangkit lihatlah kuburNya kosong”. Ketika kita masuk ke kuburan itu, memang kosong. Saya bersyukur Tuhan Yesus tidak ada kuburanNya. Kalau kita melihat, ada tokoh-tokoh agama tertentu yang mati dan tidak bangkit kembali, kemudian beberapa waktu kemudian ditemukan giginya. Di tempat penemuan itu kemudian dibuat kuil sebagai bukti bahwa sang tokoh pernah hidup. Saya bersyukur Tuhan Yesus sudah bangkit. Jadi tidak perlu ada kuburan untuk mengenangNya. Pertama, memang benar tidak ada saksi mata yang melihat proses kebangkitan Yesus. Kisah kubur kosong juga bukanlah bukti akan kebangkitan Yesus, tetapi merupakan tanda dari kebangkitan. Bila Yesus orang Nazaret yang disalibkan itu telah bangkit (bdk Mrk 16:6b), maka pastilah kubur-Nya akan kosong. Jadi, kubur kosong itu sendiri tidak membawa pada iman akan kebangkitan Yesus. Injil Lukas dan Yohanes mengindikasikan bahwa Rasul Petrus yang menyaksikan kubur kosong, tidak dibawa pada iman akan kebangkitan Yesus (Luk 24:12; bdk. Yoh 20: 6-7). Kubur kosong bukan bukti bahwa Yesus telah bangkit, tetapi hanyalah tanda dari kebangkitan. Iman Rasul Petrus akan kebangkitan ditumbuhkan karena penampakan dan pertemuan dengan Yesus yang bangkit (Luk 24:34; 1 Kor 15:5). Kedua, ada empat kisah kubur kosong, yaitu Mat 28:1-10; Mrk 16:1-8; Luk 24:1-12 dan Yoh 20:1-10. Keempat kisah kubur kosong itu sepakat bahwa wanita-wanita tertentu dalam rombongan Yesus menemukan kubur Yesus kosong pada hari ketiga setelah penyaliban. Meskipun ada perbedaan tentang rincian dalam setiap kisah, tetapi ketiga Injil sinoptik sepakat menampilkan malaikat sebagai pewarta kebangkitan (Mat 28:5-6; Mrk 16:6; Luk 24:5-7). Inilah kerygma kebangkitan Yesus yang disampaikan oleh pribadi ilahi, yaitu perwakilan Allah. Malaikat itulah yang menugaskan para wanita untuk menyampaikan pesannya kepada para murid (Mat 28:7; Mrk 16:7). Kesaksian malaikat ini tentu merupakan tandingan dari kesaksian bohong para penjaga kubur Yesus bahwa murid-murid Yesus datang mencuri jenasah-Nya (Mat 28: 13). Kehadiran malaikat itu merupakan jaminan kebenaran pewartaan tentang kebangkitan Yesus. Ketiga, dalam kisah kubur kosong dalam Injil Yohanes, tidak dikatakan adanya malaikat Tuhan sebagai jaminan kebenaran pewartaan kebangkitan. Sebagai gantinya, Injil Yohanes menampilkan ”murid yang dikasihi” (Yoh 20:2). Kesaksian ”murid yang dikasihi” dikontraskan dengan apa yang dialami oleh Rasul Petrus, yaitu yang melihat kain kafan, kain peluh, tetapi tidak sampai percaya (Yoh 20:6b-7). Penginjil Yohanes menjelaskan bahwa sikap Petrus ini terjadi karena ”belum mengerti isi Kitab Suci” (ay 9). Hal ini hendak mengatakan bahwa kubur kosong itu tidak mendatangkan kepercayaan akan kebangkitan Yesus. Kubur kosong bukan bukti bahwa Yesus telah bangkit. Di lain pihak, ketika ”murid yang lain” itu masuk ke kubur, ia ”melihatnya dan percaya” (ay 8). Apa yang dilihatnya di dalam kubur memberikan kepadanya pencerahan untuk mengerti isi Kitab Suci sehingga membuatnya percaya. Jadi, murid yang lain itu percaya akan kebangkitan Yesus bukan karena melihat kubur kosong, tetapi karena mendapat pencerahan untuk mengerti Kitab Suci secara lebih mendalam (bdk. Luk 24:25-27). Keempat, dusta mahkamah agama bahwa para murid Yesus mencuri jenasah-Nya sulit diterima karena dusta ini tidak bisa menjelaskan apa motivasi yang mungkin bisa mendorong para murid untuk menyebarkan sebuah kebohongan, padahal kebohongan itu menyebabkan mereka dikejar-kejar, dipenjara dan bahkan dibunuh. Keberanian para murid untuk menjadi martir mencerminkan keyakinan mereka akan kebangkitan Yesus. Siapa yang secara sukarela mau mati untuk sesuatu yang diketahui sebagai kebohongan? Kelima, iman kita pada kebangkitan Yesus memang tidak didasarkan pada kubur kosong, tetapi didasarkan pada kesaksian para murid yang melihat Yesus hidup sesudah kematiannya. Rasul Paulus membuat semacam daftar dari para saksi mata ini, yaitu Petrus (Kefas), keduabelas murid-Nya, lebih dari lima ratus saudara, Yakobus dan terakhir Paulus sendiri (1 Kor 15:3-8). Untuk meyakinkan para muridnya, Paulus bahkan menegaskan bahwa kebanyakan para saksi mata itu masih hidup, sehingga bisa ditanyai tentang kebenaran kebangkitan Yesus itu. II. Kain Kafan Bagaimana kita dapat membuktikan bahwa Yesus benar-benar bangkit? Mudah saja, Anda dapat melihat kain kafanNya. Bila orang Israel mati, maka mayatnya akan ditutup dengan dua potong kain kafan, satu kainmenutupi kaki sampai leher dan satu kain lagi menutupi leher sampai kepala, kemudian orang itu akan ditidurkan di sebuah gua. Ketika mendapat laporan dari Maria, bahwa Yesus bangkit, murid-murid nerlari kekuburanNya. Mereka berlari sampai ke dalam dan bertemu dengan malaikat. Kata malaikat kepada mereka, “Lihatlah ! Inilah tempat mereka membaringkan Dia” (Mark 16:6b) Lalu dalam Yohanes 20:6-7, Petrus melihat bahwa kain kafan Yesus masih utuh. Jika ada yang mencuri mayat Yesus, pastilah kain kafanNya tidak akan utuh lagi. Tetapi anehnya, kain kafan Yesus masih utuh. Gulungannya tetap seperti kepompong, masih utuh dan tidak berantakan sama sekali. Hanya di dalamnya sudah tidak ada tubuh Yesus. Dia sudah bangkit. Posisi kain kafanNya juga tetap seperti semula tidak berubah sedikitpun. Ini membuktikan bahwa bukan manusia yang membuka kain kafan itu tapi Yesus sendiri yang keluar dari kain. Itulah tubuh kebangkitan. Makna Kebangkitan Yesus Bagi Kita 1. Kebangkitan Yesus mensahkan dan melegitimasi apa yang telah dilakukan atau diajarkanNya. 2. Dalam kebangkitan Yesus, terpenuhilah janji-janji Perjanjian lama dan janji Yesus sendiri selama hidupNya di dunia 3. Kebangkitan menegaskan ke Allah an Yesus 4. Rahasia Paskah mempunyai dua sisi, yakni dengan kematianNya Yesus membebaskan kita dari dosa dan dengan kebangkitanNya pula Yesus membuka pintu masuk menuju kehidupan baru. 5. Kebangkitan Yesus adalah dasar utama kebangkitan kita yang akan datang Penampakan Yesus Dalam cerita makam kosong, Yesus sendiri tidak ditampakkan. Lain halnya dengan penampakan Yesus yang telah bangkit. Cerita penampakan itu menyatakan kegembiraan Paskah. Yesus memperlihatkan diriNya selama 40 hari 40 malam (Kis 1:3) kepada murid-muridNya. Mulai dari Maria Magdalena (Yoh 20:15-16), kepada para wanita (Mat 28:9), kepada dua orang murid yang dalam perjalanan ke Emaus (Luk 24:15), di Yerusalem, Ia berdiri ditengah murid-muridnya (Yoh 20:19,22), makan bersama (Luk 24:36, 41-43), dan ketika di Galilea, Ia menampakkan diri di atas bukit dan mengutus para murid (Mat 28:16-29), dan masih banyak kisah yang lain. Kalau kita perhatikan selbih seksama, berbagai cerita penampakan Yesus yang bangkit selalu meliputi tiga unsur pokok yang penting bagi kita, yaitu prakarsa, pengakuan, dan kesaksisn. 1. Unsur Prakarsa Inisiatif selalu datang dari Yesus. Ia sendiri yang memprakarsaai penampakan itu. Penampakan itu sendiri digunakan untuk ini menunjukkan dua hal : Pertama sesuatu yang biasanya tidak kelihatan, kini kelihatan. Setelah bangkit Yesus tidak termasuk lagi pada dunia yang kelihatan, agar dapat dilihat oleh murid-muridNya, Yesus harus menjadikan diriNya kelihatan. Kedua penglihatan para murid yang “melihat Tuhan” setelah kebangkitanNya bukanlah penglihatan biasa. 2. Unsur Pengakuan Yesus dikenal dan diakui sebagai Kristus dan Tuhan. Dia yang menampakkan diri-Nya itu diakui sebagai tak lain dan tak bukan adalah Yesus dari Nasaret. Dia hidup melampaui wafat-Nya. Pengakuan iman ini dinyatalan dengan ungkapan, “Yesus bangkit dari antara orang mati pada hari ke tiga” 3. Unsur Kesaksian Unsur yang cukup mencolok adalah Pertama, membuktikan bahwa penglihatan mengenai Yesus yang bangkit tidaklah diciptakan oleh daya khayal para murid sendiri, tetapi mendatangi mereka dari luar. Kedua menunjukkan betapa Yesus diperbaharui oleh kebangkitanNya. Ia tidak lagi persis sama seperti sebelum wafat dan bangkit. Apabila Yesus selama 40 hari masih menampakkan diri, maka hal ini tidak berarti bahwa Ia selama beberapa hari masih meneruskan hidup-Nya yang lama. Sebab, hidup yang lama sudah berakhir dan diubah menjadi hidup yang serba baru. Arti penampakan Yesus selama 40 hari sebagai berikut : Pertama, Yesus memperkenalkan para murid dan seluruh Gereja-Nya dengan suatu cara kehadiran yang baru. Untuk tujuan itu, penampakan selama 40 hari merupakan masa peralihan. Kedua, dengan menampakkan diri kepada para murid, Yesus yang telah bangkit itu selalu hadir, juga kalau mereka tidak melihatnya. Yesus yang telah bangkit itu merupakan “alam ciptaan baru” di tengah-tengah kita. Penampakan-Nya mernunjukkan kehadiran-Nya yang permanen. Beberapa contoh tentang bentuk-bentuk kehadiran Yesus yang permanen itu disajikan oleh cerita-cerita Paksah. Sejak bangkit dari alam maut, Yesus hadir di tengah-tengah kita. a. Melalui sabda-Nya, sebagaimana dijelaskan dalam cerita kedua murid dalam perjalanan ke Emaus (Luk 24:13-35). Waktu berjalan mereka belum tersentuh oleh rupa Yesus. Tetapi hati mereka berkobar-kobar ketika Ia mulai berbicara dan menerangkan Kitab Suci kepada mereka. Dalam sabda, mereka berjumpa dengan Yesus. b. Melalui tanda, Yesus membuat para murid mengenal-Nya melalui tanda “memecah-mecahkan roti” tanda ini oleh Gereja diwujudkan dalam Sakremen Ekaristi. Untuk seterusnya, Yesus akan memberikan diri-Nya dalam perayaan Ekaristi. c. Melalui Roh Kudus-Nya, Sebagai tanda kehadiran Roh Yesus telah menghembusi mereka dan memberikan Roh kepada mereka. Peristiwa ini disebut dengan Pentakosta. d. Jabatan kegembalaan Petrus dan melalui kuasa Apostolik untuk mengampuni dosa, Tuhan yang telah bangkit itu tetap hadir di tengah-tengah umatNya. C. Makna Kenaikkan Yesus ke Surga. 1. Kenaikkan Kristus ke surga menggambarkan langkah masuk yang definitif dari kodrat manusiawi Yesus ke dalam kemukiaan Allah di surga. 2. Yesus Kristus, kepala Gereja mendahului kita masuk ke dalam Kerajaan Kemuliaan Bapa, supaya kita semua anggota-anggota tubuhNya dapat hidup dalam harapan karena Yesus Kristus sudah masuk ke dalam tempat kudus di surga selamanya, makaia tanpa henti-hentinya bertindak sebagai pengantara yang senantiasa mencurahkan roh Kudus ke atas kita.

Selasa, 06 Maret 2012

Tradisi

TRADISI DALAM GEREJA KATOLIK

APA ITU TRADISI? Tradisi merupakan bagian yang amat penting dalam Gereja Katolik. Kata 'tradisi' dapat dijelaskan sebagai: meneruskan informasi, kepercayaan serta kebiasaan-kebiasaan, baik dengan kata-kata ataupun dengan teladan hidup dari satu generasi ke generasi lainnya tanpa petunjuk tertulis. Dengan kata lain, pemikiran-pemikiran serta nilai-nilai dari satu generasi diwariskan kepada generasi berikutnya. Gereja senantiasa melestarikan dan meneruskan hidup, ajaran, dan ibadahnya, dari generasi ke generasi. Dalam tradisi ada kurun waktu yang istimewa, yaitu zaman Yesus dan para rasul, dan periode itu disebut “Zaman Gereja Perdana”

Tradisi zaman Gereja Perdana “didbangun diatas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru” (Efesus 2:20). Sebagian dari tradisi itu kemudian ditulis dan kita kenal sebagai Kitab Suci Perjanjian Baru.

Syahadat para rasul, menjadi salah satu contoh tradisi Gereja yang hingga kini masih dipakai dan dipergunakan sebagai ungkapan iman umat beriman kepada Allah.

Dalam Gereja Katolik ada dua pedoman: Kitab Suci dan Tradisi. Kitab Suci sendiri berawal dari tradisi bangsa Yahudi (Perjanjian Lama) dan tradisi Para Rasul Yesus (Perjanjian Baru).

Tradisi Gereja berasal dari pengalaman gereja Katolik selama 2000 tahun. Para Bapa Gereja mencermati pengalaman-pengalaman tersebut dan menetapkan peraturan-peraturan serta ajaran-ajaran yang terbukti telah membantu umat Katolik menghadapi permasalahan hidup. Peraturan serta ajaran tersebut telah memberikan hasil yang baik di masa lampau dan tetap demikian hingga kini.

Roh Kudus

ROH KUDUS

Air - melambangkan tindakan Roh Kudus dalam upacara Pembaptisan. "Dibaptis dalam satu Roh", kita juga "diberi minum darisatu Roh" (1 Kor. 12:13). Jadi Roh dalam pribadi-Nya adalah air yangmenghidupkan, yang mengalir, dari Kristus yang disalibkan (Yoh. 19:34;1 Yoh. 5:8) dan yang memberi kita kehidupan abadi.

Urapan - salah satu lambang Roh Kudus adalah juga urapan dengan minyak, malahan sampai ia menjadi sinonim dengan-Nya. Dalam inisiasi Kristen, urapan adalah tandasakramental dalam Sakramen Penguatan, yang karenanya dinamakan"Khrismation" dalam Gereja-gereja Timur. Tetapi untuk mengertisepenuhnya bobot nilai dari lambang ini, orang harus kembali ke urapanpertama, yang Roh Kudus kerjakan: Urapan Yesus. "Khristos" (terjemahandari perkataan Ibrani "Mesias") berarti yang "diurapi dengan Roh Allah".

Api - melambangkan daya transformasi perbuatan Roh Kudus.Dalam "lidah-lidah seperti api" Roh Kudus turun alas para Rasul padapagi hari Pentakosta dan memenuhi mereka (Kis 2:3-4).

Awan dan sinar - Roh turun alas Perawan Maria dan"menaunginya", supaya ia mengandung dan melahirkan Yesus (Luk. 1:35).Di atas gunung transfigurasi Ia datang dalam awan, "yang menaungi"Yesus, Musa, Elia, Petrus, Yakobus dan Yohanes, dan "satu suarakedengaran dari dalam awan: Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlahDia" (Luk 9:34-35).

Meterai - Meterai adalah sebuah lambang, yang erat berkaitandengan pengurapan. Kristus telah disahkan oleh "Bapa denganmeterai-Nya" (Yoh. 6:27; bdk. 2 Kor 1:22; Ef 1:13; 4:3) dan di dalamDia, Bapa juga memeteraikan tanda milik-Nya atas kita. Karena gambaranmeterai (bahasa Yunani"sphragis") menandaskan akibat pengurapan Roh Kudus yang tidakterhapuskan dalam penerimaan Sakramen Pembaptisan, Penguatan, danTahbisan, maka ia dipakai dalam beberapa tradisi teologis untukmengungkapkan "karakter", yang tidak terhapuskan, tanda yang ditanamkanoleh ketiga Sakramen yang tidak dapat diulangi itu.

Jari - "Dengan jari Allah" Yesus mengusir setan (Luk.11:20). Sementara perintah Allah ditulis dengan "jari Allah" atasloh-loh batu (Kel. 31:18), "surat Kristus" yang ditulis oleh paraRasul, "ditulis dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-lohbatu, melainkan pada loh-loh daging yaitu di dalam hati manusia" (Kel.31:18; 2 Kor. 3:3).

Merpati - Waktu Kristus naik dari air Pembaptisan-Nya, Roh Kudus - dalam rupa merpati - turun atas-Nya dan berhenti di atas-Nya.

Karya Roh Kudus

Karya Roh Kudus sebagai Penolong.
1. Pada peristiwa Pentakosta, Roh Kudus membawa bahasa saling pengertian. Suasana dimana para rasul mampu berbicara dan dimengerti oleh begitu banyak suku bangsa, dan situasi itu menciptakan keterbukaan untuk saling menerima, bersatu, dan bersekutu. Karya Roh Kudus yang mempersatukan manusia.
2. Peritiwa Pentakosta, Roh Kudus membawa persatuan dan persekutuan
Hari Pentakosta sering disebut sebagai harinya jaman baru, yaitu Gereja. Roh Kuduslah yang melahirkan Gereja.
3. Roh Kudus membawa pembaharuan.
Roh Kudus yang hadir lahir dalam Perjanjian Baru, merupakan sebuah firman dan hukum kasih yang hjalis dalam hati manusia. Roh Kudus tidak hanya memperbaharui Gereja, tetapi juga muka bumi sepanjang masa

KARUNIA ROH KUDUS

Karunia Kebijaksanaan yaitu “untuk menilai dan mengatur segala sesuatu sesuai dengan norma-norma ilahi dan dengan kewajaran yang memancar dari persatuan kasihnya dengan Tuhan.” Roh Kudus membantu mengkontemplasikan perkara-perkara ilahi, memampukan orang untuk bertumbuh dalam persatuan mesra dengan Tuhan.
Karunia Pengertian adalah karunia “untuk memberikan pengertian dan pemahaman mendalam akan kebenaran ilahi dalam iman, bukan sebagai pencerahan sementara, melainkan sebagai intuisi tetap.” Dengan pencerahan akal budi terhadap kebenaran, Roh Kudus membantu orang untuk mengerti kebenaran iman dengan mudah dan mendalam, serta memahami kedalaman kebenaran-kebenaran tersebut.
Karunia Nasehat adalah karunia “untuk membangkitkan ketaatan dan pasrah diri orang pada nasihat Tuhan dalam segala tindakannya demi mencapai kekudusan dan keselamatan.” Terutama, karunia nasihat memampukan orang untuk menilai tindakan pribadi sebagai baik dan harus dilakukan, atau sebagai jahat dan harus dihindari.
Karunia Keperkasaan, orang dapat “mengatasi persoalan-persoalan atau menanggung derita dan sengsara dengan kekuatan dan keperkasaan yang dianugerahkan Tuhan.” Sama seperti karunia-karunia yang lain, karunia keperkasaan bekerja atas dorongan Roh Kudus, dan memberikan kekuatan kepada orang untuk melawan yang jahat serta bertekun demi kehidupan kekal.
Karunia Pengenalan adalah karunia yang memampukan orang “untuk menilai dengan benar dalam hal kebenaran iman sesuai dengan dasar dan prinsip-prinsip dari kebenaran yang telah dinyatakan.” Di bawah bimbingan Roh Kudus, akal budi manusia membuat penilaian yang benar atas barang-barang duniawi dan hubungan antara benda-benda tersebut dengan kehidupan kekal dan kesempurnaan Kristiani.
Karunia Takut Akan Allah memampukan orang “untuk menghindari dosa dan menghindari cinta / kelekatan pada barang-barang duniawi lebih dari rasa cinta dan hormat kepada Tuhan.” Teristimewa, karunia ini membangkitkan rasa hormat mendalam kepada Allah segala kuasa yang Mahatinggi. Di sini, orang menyadari “keterbatasannya sebagai ciptaan” dan ketergantungannya kepada Tuhan, serta tidak akan pernah mau dipisahkan dari Tuhan yang penuh belas kasihan. Karunia takut akan Allah ini membangkitkan dalam jiwa semangat sembah sujud dan takwa kepada Allah yang Mahakuasa serta rasa ngeri serta sesal atas dosa.
Karunia Kesalehan “guna menghaturkan sembah sujud kepada Tuhan terutama sebagai Bapa kita dan berhubungan dengan semua orang sebagai anak-anak dari Bapa yang sama.” Di sini, orang menyatakan rasa hormat pada Tuhan sebagai Bapa yang penuh belas kasihan, serta menghormati sesama sebagai anak-anak Tuhan terutama karena memang begitu mereka adanya. Dengan demikian, karunia kesalehan menyempurnakan kebajikan akan keadilan, memampukan orang untuk memenuhi segala kewajibannya kepada Tuhan dan sesama; ia tidak hanya dimotivasi oleh keadilan yang harus ditegakkan, tetapi juga oleh hubungan cinta kasih yang dialaminya bersama sesama.



Belajar Menulis "Menunggu..."

Pelatihan Belajar Menulis Menulis di Kompasiana   Tak terasa sudah beranjak malam, ketika saya keluar dari ruang perawatan di salah sa...